Mencontek dan puasa
Apa hubungannya sih?
Mencontek merupakan suatu kegiatan
kecurangan saat ujian. Mencontek saat ujian merupakan bentuk ketidakjujuran dan
ketidakpercayaan diri kita terhadap kemampuan kita sendiri.
Baru saja akhir-akhir ini
saya dihadapkan dengan ujian tulis untuk beberapa mata kuliah, dan keadaannya
begitu miris, saat tidak ada dosen, hp dan percakapan mulai dibuka.
Lalu, teman saya berkata. “gapapa
nyontek lagi puasa, asal gak membatalkan puasa”
Hmm.. agaknya ini mungkin
terlihat benar. Namun, mari kita lihat kembali pada esensi berpuasa.
Berpuasa bukan hanya soal
menahan haus dan lapar, tapi juga menahan hawa nafsu. Ketika melakukan suatu
kemaksiatan saat berpuasa, lalu dimana esensi berpuasa?
Rasulullah saw pernah
bersabda
رُبَّ صَائِÙ…ٍ
ØَظُّÙ‡ُ Ù…ِÙ†ْ صِÙŠَامِÙ‡ِ الجُÙˆْعُ ÙˆَالعَØ·َØ´ُ
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan
dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (H.R Ath-Thabrani)
Jangan sampai kita melakukan puasa dengan sia-sia, yang kita
dapatkan bukan pahala dan keridhoan Allah, melainkan hanyalah rasa haus dan lapar.
Kesia-siaan itu terjadi ketika kita berpuasa tapi masih ghibah, curang, dan
kemaksiatan lainnya termasuk mencontek.
Kemudian mungkin kalian berpkir, “baiklah, selama puasa aku gak
bakal nyontek”
Ehh.. mau puasa kek, enggak kek, tetep, yang namanya nyontek itu
kemaksiatan.
Jangan anggap mencontek itu hal sepele.
Ketidakjujuran kita saat ujian, atau mencontek, berkaitan dengan
keimanan kita.
Apa hubungannya nyontek sama keimanan?
Saat kita mencontek, berarti kita telah menggadaikan keimanan kita
terhadap ke-Maha-Tahu-an Allah. Ada atau tidaknya pengawasan dari pengawas,
sebagai umat Islam, kita mempercayai adanya pengawasan Allah.
Kita memalingkan diri atas pengawasan Allah, seolah-olah Allah
tidak melihat apa yang kita lakukan. Padahal rukun Iman yang pertama adalah
Iman kepada Allah, mengimani segala sifat-sifat Allah, termasuk sifat Maha Tahu
Segalanya dan Maha Melihatnya Allah.
Naudzubillahi min dzalik, jika dengan mencontek kita telah
mengabaikan keimanan kita.
Jangan sampai kita menggadaikan urusan akhirat kita untuk urusan
dunia yang tentunya sudah Allah jamin dan diberikan porsinya masing-masing. Mungkin
dengan mendapatkan nilai yang bagus kita bisa mempunyai masa depan yang cerah,
membahagiakan orang tua, dan sebagainya. Tetapi perlu kita ingat “Al-ghoyah la
tubarrirul washithoh”, tujuan tidak menghalalkan segala cara. Tujuan yang baik
harus dicapai dengan jalan yang baik pula.
Jangan sampai kita mati-matian terlalu mengejar dunia yang padahal
sudah Allah atur porsinya, dan melalaikan akhirat yang belum ada jaminan kita
akan berakhir dimana, di surga atau neraka. Semua amalan yang kita lakukan
didunia akan dipertanggungjawabkan diakhirat. Allah akan menilai proses kita
untuk mendapatkan nilai yang baik, bukan hasil akhir nilai kita
Wallahu ‘alam bisshawab
Comments
Post a Comment