ENTALPI
PELARUTAN
LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA
Disusun Oleh :
Nama : Erna Rosinawati N.
NIM :
171810301043
Kelompok :
2
Asisten :
Hanifa Hanun
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Senyawa-senyawa
yang terdapat dialam dapat dibagi dua berdasarkan kelarutannya yaitu senyawa
yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Proses pelarutan biasanya
didalamnya terdapat komponen yang dapat dihitung atau dicari dengan metode
tertentu, misalnya entalpi. Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk
energi. Entalpi pelarutan menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau
dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat terlarut pada keadaan standar
(Atkins,1999).
Percobaan
ini penting untuk dilakukan karena proses pelarutan banyak ditemui dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pelarutan dalam kehidupan sehari-hari misalnya
pelarutan gula, umumnya saat membuat minuman, gula biasanya dilarutkan terlebih
dahulu dengan air panas, kemudian baru ditambahkan dengan air dingin. Proses
tersebut menunjukkan bagaimana kelarutan gula dengan mempertimbangkan suhu yang
digunakan.
Percobaan
ini akan dilakukan penentuan besarnya entalpi pelarutan dan pengaruh temperatur
terhadap kelarutan suatu zat. Pada percobaan ini akan diberikan beberapa titik temperatur
yang nantinya akan dicari kelarutannya pada setiap temperatur. Dengan demikian
dapat diketahui bagaimana pengaruh temperatur pada kelarutan suatu zat.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai
berikut.
1.
Bagaimana
pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat?
2.
Bagaimana cara
menentukan harga entalpi pelarutan suatu zat?
1.3
Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan
suatu zat?
2.
Mengetahui cara
menentukan harga entalpi pelarutan suatu zat?
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades meupakan distilat cair dari distilasi air
sehingga tidak terkandung mineral didalamnya. Akuades memiliki berat molekul
sebesar 18,0153 g/mol yang berwujud cair dalam keadaan ruang dan mendidih pada
suhu 100℃. Akuades tidak berbahaya jika terjadi suatu tumpahan ataupun kontak
dengan tubuh sehingga tidak memerlukan penyimpana dan penanganan khusus
(Sciencelab,2013).
2.1.2 Natrium Hidroksida (NaOH)
Rumus molekul natrium hidroksida adalah NaOH. NaOH berwujud
padat, berwarna putih, berbau, memiliki titik didih dan titik leleh sebesar
13388℃ dan 327℃. NaOH mudah larut dalam air dingin, bersifat reaktif dengan
alkali dan logam. NaOH berbahaya apabila terjadi kontak dengan mata, kulit,
terhirup dan tertelan. Penanganan yang dapat dilakukab apabila tertelan adalah
segera minta bantuan medis dan lakukan intruksi dari tenaga medis (Sciencelab,
2016).
2.1.3 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam
Oksalat berwujud padatan kristal, berwarna putih dan memiliki berat molekul
sebesar 90,04 g/mol. Bahan ini dapat larut dalam air dingin, dietil eter,
alcohol, gliserol, benzene, dan air panas. Asam oksalat bersifat reaktif
terhadap oksidator, logam dan alkali. Asam oksalat berbahaya dan dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, jantung, selaput lender, dan mata. Penanganan
yang dapat dilakukan jika terkena mata yaitu dibilas dengan air mengalir
minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2016).
2.1.4 Indikator Phenolphtalein (C20H14O4)
Indikator
phenolphthalein (Indikator PP) adalah salah satu indikator yang digunakan untuk
mengindikas larutan asam atau basa. Indikator ini berwujud cair, tidak
berwarna/ jernih, dan berbau. Indikator PP memiliki rentang pH mulai dari 8
(basa). Titik didih indikator PP adalah -83,21℃, sedangkan titik lelehnya
sebesar -88,5℃. Indikator ini larut dalam air dingin, air panas, dietil eter,
dan aseton. Bahan ini iritan terhadap mata dan kulit, serta dapat menyebabkan
gangguan pernafasan dan pencernaan. Penanganan jika bahan terkena mata adalah
segera bilas demgan air selama 15 menit. Kulit yang terkenan indikator PP segera
dibilas dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup bahan ini segera
dipindahkan ke tempat yang segar. Indikator PP jika tertelan tidak boleh
dimuntahkan dan tidak boleh memasukkan apapun ke dalam mult. Segera hubungi ti
medis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Indikator PP disimpan alam
wadah yang kering, tertutup rapat dan tidak terkena cahaya matahari langsung
(Sciencelab, 2016).
2.2 Dasar
Teori
Larutan
adalah campuran homogen yang terdiri dari dua komponen punyusun yaitu zat
terlarut (solut) dan zat pelarut (solvent). Larutan yang mengandung zat
terlarut dalam jumlah yang banyak dinamakan larutan pekat, sengkan larutan yang
mengandung zat terlarut dalam jumlah yang kecil dinamakan larutan encer.
Kelarutan merupakan salah satu sifat dari suatu zat yang larut.
Kelarutan adalah jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam sejumlah
tertentu suatu pelarut pada kondisi kesetimbangan (Chang, 2004).
Larutan
berdasarkan jumlah zat terlarut didalamnya dibedakan menjadi larutan jenuh,
larutan lewat jenuh, larutan tidak jenuh dan hampir jenuh. Larutan jenuh adalah
suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan yang setimbang dengan
zat terlarut sehingga larutan ini jika ditambah sedikit zat terlarut maka akan
terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk menunjukkan larutan tersebut berada
dalam keadaan lewat jenuh, larutan lewat jenuh dipengaruhi oleh temperatur,
dimana pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut.
Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat
terlarut lebih sedikit daripada zat terlarutnya, sehingga zat larut sempurna
dalam pelarut tanpa adanya endapan (Martin dkk, 1993).
Panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol
zat terlarut dalam n mol pelarut pada tekanan dan temperatur yang sama adalah
panas pelarutan. Hal ini disebabkan adanya ikatan kimia dari atom-atom. Panas
pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan
diferensial. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang
terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada
tekanan dan temperatur yang tetap untuk membuat larutann (Alberty, 1992).
Zat terlarut dilarutkan dalam pelarut apabila kalor
dapat diserap atau dilepaskan. Secara umum kalor reaksi bergantung pada
konsentrasi larutan akhir. Kalor pelarutan integral adalah perubahan entalpi
untuk larutan dari 1 mol zat terlarut dalam n mol pelarut. Zat terlarut yang
larut dalam pelarut secara kimia sama dengan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi
atau solvasi. Kalor pelarutan dapat hamper sama dengan kalor pelelehan zat
terlarut. Kalor pelarutan, kalor pengenceran dan kalor reaksi dalam larutan
dapat dihitung dari nilai kalor pembentukan dalam larutan yang ditabelkan
(Alberty, 1992). Panas pelarutan diferensial didefinisikan sebagai perubahan
entalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak
terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat
terlarut (Dogra, 1990).
Perubahan entalpi pada sistem mengalami perubahan
fisika atau kimia biasanya disajikan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan
kondisi standar, yang disebut entalpi standar (ΔHo). Perubahan entalpi standar yang
menyertai perubahan keadaan fisik disebut entalpi transisi standar, contohnya
entalpi pelaruan standar. Entalpi pelarutan standar suatu zat adalah perubahan
entalpi standar jika zat itu melarut didalam pelarut dengan sejumlah tertentu
(Atkins, 1999).
Faktor-faktor
penting yang dapat mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat
dari pelarut, dan juga kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut.
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu sama lain. Kebanyakkan
garam-aram anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan
organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke kation dan anion untuk
membentuk ion-ion hidrat. Semua ion tanpa diragukan lagi terhidrasi pada suhu
tingkat dalam larutan air, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion-ion
dengan pelarut mengatasi gaya tarik-menarik yang cenderung untuk menahan
ion-ion dalam kristal tidak mempunyai gaya yang cukup besar bagi
pelarut-pelarut organik, untuk itu kelarutannya biasanya kecil daripada dalam
air (Day & Underwood, 1999).
Pengaruh
temperatur bergantung dari panas pelarutan. Nilai panas pelarutan (ΔH) yang negatif atau sistem eksotermis, maka
kelarutan turun dengan naiknya temperatur. Nilai panas pelarutan (ΔH) positif
atau sistem endotermis, maka kelarutan naik dengan naiknya temperatur. Tekanan
tidak begitu berpengaruh terhadap kelarutan zat padat dan zat cair, tetapi
berpengaruh pada kelarutan gas (Sukardjo, 1997).
Kesetimbangan
sistem yang terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka konsentrasi
larutannya akan berubah. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan menurut Van’t
Hoff dapat dinyatakan sebagai berikut:
d ln S/dT = (ΔH)/RT2 (2.1)
dengan
mengintegralkan dari T1 ke T2, maka akan diperoleh
ln S2/S1
= (ΔH/R)(T1-1
T2-1) (2.2)
ln S = (ΔH)/RT + konstan (2.3)
dimana :
S1,S2 = kelarutan
masing-masing zat pada suhu T1 dan T2
ΔH = entalpi
pelarutan
R = konstanta
gas umum
(Tim Penyusun,
2018).
BAB 3.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
dan Bahan
3.1.1 Alat
-
Erlenmeyer
-
Pipet Mohr
-
Pipet tetes
-
Beaker glass 100
mL
-
Corong gelas
-
Ball
pipet
-
Termometer
-
Buret
-
Statif
-
Batang pengaduk
-
Icebath
-
Botol semprot
3.1.2 Bahan
-
Akuades
-
NaOH 0,5 M
-
Asam Oksalat
-
Indikator
phenophtalein
-
NaCl
3.2 Diagram
Kerja
Kristal Asam oksalat
|
Hasil
|
-
dilarutkan dalam 100 mL akuades (ρ air diketahui)
pada suhu kamar, sedikit demi sedikit sampai keadaan jenuh
-
dilengkapi
dengan termometer dan batang pengadung pada gelas beaker berisi larutan
jenuh
-
dimasukkan
ke dalam waterbath pada temperatur yang dikehendaki, larutan selalu diaduk
agar temperatur dalam sistem menjadi homogen
-
diambil 5
mL larutan saat sudah mencapai kesetimbangan (sekitar 30 menit), kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M dengan indicator pp secara duplo
-
dilakukan
kembali percobaan pada temperatur
5℃, 10℃, 15℃, 20℃ dan 25℃
|
BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1
perhitungan percobaan entalpi pelarutan pada pengulangan 1
No
|
Suhu (K)
|
Volume (mL)
|
Konsentrasi (M)
|
Kelarutan (g/L)
|
1/T
|
Ln S
|
ΔHº (kJ/mol)
|
1
|
298
|
26,7
|
1,335
|
168,68
|
0,00338
|
5,128
|
23,479
|
2
|
293
|
25,9
|
1,295
|
163,39
|
0,00341
|
5,096
|
|
3
|
288
|
22,5
|
1,125
|
141,70
|
0,00347
|
4,964
|
|
4
|
283
|
16,7
|
0,835
|
105,14
|
0,00353
|
4,655
|
|
5
|
278
|
15,7
|
0,785
|
98,839
|
0,00359
|
4,593
|
4.1.2
Perhitungan percobaan entalpi pelarutan pada pengulangan 2
No
|
Suhu (K)
|
Volume (mL)
|
Konsentrasi (M)
|
Kelarutan (g/L)
|
1/T
|
Ln S
|
ΔHº (kJ/mol)
|
|||
1
|
298
|
26,1
|
0,823
|
164,395
|
0,00338
|
5,102
|
23,429
|
|||
2
|
293
|
25,7
|
1,285
|
161,874
|
0,00341
|
5,087
|
||||
3
|
288
|
18,8
|
0,940
|
118,254
|
0,00347
|
4,773
|
||||
4
|
283
|
17,0
|
0,850
|
107,159
|
0,00353
|
4,674
|
||||
5
|
278
|
15,0
|
0,75
|
94,552
|
0,00359
|
4,549
|
||||
4.2 Pembahasan
Praktikum entalpi
pelarutan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan
asam oksalat dan menentukan entalpi kelarutan asam oksalat. Percobaan ini
dilakukan dengan melarutkan asam oksalat pada 100 mL akuades. Asam oksalat
ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam akuades sambil diaduk hingga larutan
asam oksalat jenuh. Penambahan asam oksalat dihentikan ketika asam oksalat yang
ditambahkan tidak dapat larut lagi dalam larutan, hal itulah yang menunjukkan
bahwa larutan tersebut sudah jenuh. Pelarutan asam oksalat dalam akuades
teramati bahwa pelarutan tersebut berjalan secara endotermis, hal ini
ditunjukkan saat setiap pelarutan asam oksalat terjadi penurunan suhu yaitu
semakin dinginnya larutan asam oksalat dibanding akuades sebelumnya.
Asam oksalat yang telah
jenuh kemudian dipipet sebanyak 5 mL dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M dengan
indikator phenolphtalein. Titrasi dilakukan dengan beberapa variasi suhu
larutan, yakni suhu ruang 24℃, 20℃, 15℃, 10℃, dan 5℃. Percobaan dengan variasi
suhu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu pada kelarutan asam oksalat. Variasi
suhu diperoleh dengan mendinginkan larutan dalam icebath yang berisi es batu ditambah garam dapur sehingga secara
berturut-turut titrasi dilakukan dimulai dari suhu yang paling tinggi. Penambahan
garam dapur bertujuan untuk menurunkan titik beku es batu sehingga tidak mudah
meleleh. Titrasi masing-masing suhu dilakukan secara duplo agar mendapatkan data
yang akurat. Titrasi pengulangan pertama dan kedua dilakukan pada erlenmeyer
yang berbeda, sehingga massa masing-masing erlenmeyer perlu diketahui dengan
menimbang erlenmeyer kosong masing-masing erlenmeyer. Titrasi dengan NaOH 0,5 M
hingga larutan berubah menjadi warna pink yang menunjukkan bahwa titrasi telah
mencapai titik akhir dan harus dihentikan. Larutan yang telah dititrasi
kemudian ditimbang massanya untuk masing-masing pengulangan pada erlenmeyer
berbeda. Data massa erlenmeyer tersebut digunakan untuk mengetahui massa
larutan dari selisih massa erlenmeyer berisi larutan dengan massa erlenmeyer
kosong pada masing-masing pengulangan. Percobaan tersebut dilakukan pada semua
variasi suhu dengan dua kali pengulangan.
Hasil
percobaan menunjukkan konsentrasi asam oksalat dalam larutan akuades cenderung
menurun dengan menurunnya suhu, hal ini menunjukkan semakin berkurangnya massa
asam oksalat yang terlarut dalam akuades dengan menurunnya suhu. Namun ada
beberapa data yang tidak sesuai seperti pada tabel 4.1.2 nomor 1, nilai
konsentrasi tersebut lebih kecil dibanding dengan konsentrasi pada suhu
dibawahnya. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan percobaan, setelah
pengulangan 1 larutan diturunkan suhunya dalam icebath kemudian suhunya dinaikkan kembali karena pengulangan 2
belum dilakukan. Penurunan suhu itulah yang menyebabkan jumlah zat terlarut
menjadi lebih sedikit, karena penurunan suhu menyebabkan penurunan kelarutan,
saat penurunan suhu tersebut sebagian asam oksalat mengendap karena kelarutan
yang menurun. Oleh karena itu, saat dilakukan titrasi, konsentrasi asam oksalat
diperoleh lebih kecil dari pengulangan 1.
Nilai
kelarutan hasil percobaan menunjukkan pada setiap pengulangan, kelarutan
cenderung menurun dengan menurunnya suhu. Hal ini terjadi karena sistem
berjalan secara endotermis. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Sukardjo
(1997) jika
larutan bersifat endotermis maka kelarutan akan semakin tidak larut pada
penurunan temperatur sehingga volume yang dibutuhkan akan berkurang. Hubungan
kelarutan dengan suhu dapat dilihat pada gambar 4.1 untuk pengulangan pertama
dan 4.2 untuk pengulangan kedua.
Gambar 4.1
Grafik Hubungan ln S dengan 1/T Pengulangan 1
Gambar 4.2
Grafik Hubungan ln S dengan 1/T Pengulangan 2
Nilai entalpi yang
diperoleh pada kedua percobaan memiliki nilai yang hampir sama yaitu 23,479 kJ/mol dan
23,429 kJ/mol. Nilai entalpi diperoleh dari slope
grafik hubungan antara ln S dengan 1/T. Nilai entalpi tersebut bernilai positif
yang menunjukkan bahwa reaksi berjalan endotermis yakni dalam berjalannya
reaksi, membutuhkan energi 23,479 kJ/mol untuk percobaan 1 dan 23,429 kJ/mol
untuk percobaan 2.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.
Suhu
mempengaruhi kelarutan suatu zat, dalam hal ini reaksi yang berjalan secara
endotermis dengan meningkatnya suhhu maka meningkat pula kelarutan suatu zat
2. Harga entalpi pelarutan suatu zat
ditentukan dari slope grafik hubungan
lnS dengan 1/T, harga entalpi bernilai positif untuk reaksi endotermis.
5.2 Saran
Saran yang dapat disampaikan dari
percobaan ini yaitu praktikan harus lebih teliti dan telaten dalam pelarutan
asam oksalat dan penentuan titik jenuh, agar asam oksalat yang digunakan tidak
terlalu banyak yang mengendap dan terbuang. Praktikan juga harus teliti dalam
penentuan suhu larutan, agar data yang diperoleh dapat akurat. Percobaan yang
dilakukan pada variasi suhu secara duplo, tidak dilakukan dengan
menaik-turunkan suhu, karena akan berakibat pada jumlah zat terlarut yang telah
berkurang saat penurunan suhu. Pengukuran tersebut tidak tepat jika dilakukan
kembali titrasi untuk suhu yang lebih tinggi dari larutan yang telah diturunkan
suhunya.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A. 1992. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Day, R.A. & A.L.
Underwood. 1999. Kimia Analisa
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: Universitas Indonesia.
Martin, A., Swarbick,
J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik
2. Edisi III. Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.
Sciencelab. 2016. MSDS Aquadest
[Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9927593. [diakses 25
November 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Asam Oksalat
[Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9926346 [diakses 17 September 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Natrium
Hidroksida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9924998 [diakses 17 September 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Phenolptalein
[Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9926477 [diakses
17 September 2018].
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta
Tim Penyusun Kimia Fisik. 2018. Penuntun
Praktikum Termodinamika Kimia. Jember: Universitas Jember
LAMPIRAN
PERHITUNGAN
Vasam oksalat = 5 mL = 0,005
L
MNaOH = 0,5 M
Mr asam oksalat = 126,07 g/mol
·
Suhu 24°C
Pengulangan 1
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 1,335 M . 0,005 L = 0,0067 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,0067 mol . 126,07 g/mol = 0,845 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,147 g – 34,781 g
= 6,366 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,366 g – 0,845 g =
5,521 g = 0,005521 kg
6.
M solute =
=
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 1,213 mol/kg .
0,005521 kg = 6,69 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
=
ln S = 5,128
Pengulangan 2
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 1,305 M . 0,005 L = 0,006525 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,006525 mol . 126,07 g/mol = 0,823 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,193 g – 34,865 g
= 6,328 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,328 g – 0,823 g =
5,505 g = 0,005505 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 1,185 mol/kg .
0,005505 kg = 6,52 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 5,102
·
Suhu 20°C
Pengulangan 1
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 1,295 M . 0,005 L = 0,006475 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,006475 mol . 126,07 g/mol = 0,816 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,314 g – 34,781 g
= 6,533 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,533 g – 0,816 g =
5,717 g = 0,005717 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 1,133 mol/kg .
0,005717 kg = 6,48 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 5,096
Pengulangan 2
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 1,285 M . 0,005 L = 0,006425 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,006425 mol . 126,07 g/mol = 0,810 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,365 g – 34,865 g
= 6,500 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,500 g – 0,810 g =
5,690 g = 0,005690 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 1,129 mol/kg .
0,005690 kg = 6,42 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 5,087
·
Suhu 15°C
Pengulangan 1
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 1,125 M . 0,005 L = 0,005625 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,005625 mol . 126,07 g/mol = 0,709 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,258 g – 34,781 g
= 6,477 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,477 g – 0,709 g =
5,768 g = 0,005768 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 0,975 mol/kg .
0,005768 kg = 5,62 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,954
Pengulangan 2
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 0,940 M . 0,005 L = 0,0047 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,0047 mol . 126,07 g/mol = 0,592 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,316 g – 34,865 g
= 6,451 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,451 g – 0,592 g =
5,859 g = 0,005859 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 0,802 mol/kg .
0,005859 kg = 4,69 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,773
·
Suhu 10°C
Pengulangan 1
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 0,835 M . 0,005 L = 0,004175 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,004175 mol . 126,07 g/mol = 0,526 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,193 g – 34,781 g
= 6,412 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,412 g – 0,526 g =
5,886 g = 0,005886 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M solute
. m H2O
= 0,709 mol/kg .
0,005886 kg = 4,17 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,655
Pengulangan 2
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 0,850 M . 0,005 L = 0,00425 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,00425 mol . 126,07 g/mol = 0,536 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,125 g – 34,865 g
= 6,26 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,26 g – 0,536 g =
5,724 g = 0,005724 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 0,742 mol/kg .
0,005724 kg = 4,25 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,674
·
Suhu 5°C
Pengulangan 1
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 0,785 M . 0,005 L = 0,003925 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,003925 mol . 126,07 g/mol = 0,495 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,166 g – 34,781 g
= 6,385 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,385 g – 0,495 g =
5,89 g = 0,00589 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 0,666 mol/kg .
0,00589 kg = 3,92 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,593
Pengulangan 2
1.
Normalitas asam
oksalat
n . M H2C2O4
. V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4
=
2.
Mol H2C2O4
n H2C2O4
= MV = 0,75 M . 0,005 L = 0,00375 mol
3.
Massa H2C2O4
m H2C2O4
= n.Mr = 0,00375 mol . 126,07 g/mol = 0,473 g
4.
Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4
+ erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,298 g – 34,865 g
= 6,433 g
5.
Massa H2O
m H2O = m
larutan – m H2C2O4
= 6,433 g – 0,473 g =
5,960 g = 0,00596 kg
6.
M solute =
7.
n solute = M
solute . m H2O
= 0,629 mol/kg .
0,00596 kg = 3,75 × 10-3 mol
8.
kelarutan H2C2O4
S H2C2O4
=
=
ln S = 4,549
Grafik
Pengulangan
1
ln S
|
T (°C)
|
1/T (K)
|
4,593
|
5
|
0,00359
|
4,655
|
10
|
0,00353
|
4,954
|
15
|
0,00347
|
5,096
|
20
|
0,00341
|
5,128
|
24
|
0,00338
|
y
= - 2824x + 14,70
ΔH = m R
= (- 2824) × 8,314 J/mol K
= - 23478,74 J/mol K
ΔH
= 23478,74 J/mol K
ΔH
= 23,479 kJ/mol K
Pengulangan
2
ln S
|
T (°C)
|
1/T (K)
|
4,549
|
5
|
0,00359
|
4,674
|
10
|
0,00353
|
4,773
|
15
|
0,00347
|
5,087
|
20
|
0,00341
|
5,102
|
24
|
0,00338
|
y
= - 2818x + 14,63
ΔH = m R
= (- 2818) × 8,314 J/mol K
= - 23428,85 J/mol K
ΔH
= 23428,85 J/mol K
ΔH
= 23,429 kJ/mol K
Comments
Post a Comment