Skip to main content

LAPORAN PRAKTIKUM ENTALPI PELARUTAN



ENTALPI PELARUTAN
LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA





Disusun Oleh :
Nama                        : Erna Rosinawati N.
NIM                          : 171810301043
Kelompok                 : 2
Asisten                      : Hanifa Hanun









LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Senyawa-senyawa yang terdapat dialam dapat dibagi dua berdasarkan kelarutannya yaitu senyawa yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut. Proses pelarutan biasanya didalamnya terdapat komponen yang dapat dihitung atau dicari dengan metode tertentu, misalnya entalpi. Entalpi adalah jumlah total dari semua bentuk energi. Entalpi pelarutan menyatakan jumlah kalor yang diperlukan atau dibebaskan untuk melarutkan 1 mol zat terlarut pada keadaan standar (Atkins,1999).
Percobaan ini penting untuk dilakukan karena proses pelarutan banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Proses pelarutan dalam kehidupan sehari-hari misalnya pelarutan gula, umumnya saat membuat minuman, gula biasanya dilarutkan terlebih dahulu dengan air panas, kemudian baru ditambahkan dengan air dingin. Proses tersebut menunjukkan bagaimana kelarutan gula dengan mempertimbangkan suhu yang digunakan.
Percobaan ini akan dilakukan penentuan besarnya entalpi pelarutan dan pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat. Pada percobaan ini akan diberikan beberapa titik temperatur yang nantinya akan dicari kelarutannya pada setiap temperatur. Dengan demikian dapat diketahui bagaimana pengaruh temperatur pada kelarutan suatu zat.

1.2         Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat?
2.      Bagaimana cara menentukan harga entalpi pelarutan suatu zat?

1.3         Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah sebagai berikut.
1.      Mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan suatu zat?
2.      Mengetahui cara menentukan harga entalpi pelarutan suatu zat?
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1  Akuades (H2O)
Akuades meupakan distilat cair dari distilasi air sehingga tidak terkandung mineral didalamnya. Akuades memiliki berat molekul sebesar 18,0153 g/mol yang berwujud cair dalam keadaan ruang dan mendidih pada suhu 100℃. Akuades tidak berbahaya jika terjadi suatu tumpahan ataupun kontak dengan tubuh sehingga tidak memerlukan penyimpana dan penanganan khusus (Sciencelab,2013).
2.1.2    Natrium Hidroksida (NaOH)
Rumus molekul natrium hidroksida adalah NaOH. NaOH berwujud padat, berwarna putih, berbau, memiliki titik didih dan titik leleh sebesar 13388℃ dan 327℃. NaOH mudah larut dalam air dingin, bersifat reaktif dengan alkali dan logam. NaOH berbahaya apabila terjadi kontak dengan mata, kulit, terhirup dan tertelan. Penanganan yang dapat dilakukab apabila tertelan adalah segera minta bantuan medis dan lakukan intruksi dari tenaga medis (Sciencelab, 2016).
2.1.3  Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam Oksalat berwujud padatan kristal, berwarna putih dan memiliki berat molekul sebesar 90,04 g/mol. Bahan ini dapat larut dalam air dingin, dietil eter, alcohol, gliserol, benzene, dan air panas. Asam oksalat bersifat reaktif terhadap oksidator, logam dan alkali. Asam oksalat berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan ginjal, jantung, selaput lender, dan mata. Penanganan yang dapat dilakukan jika terkena mata yaitu dibilas dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2016).
2.1.4  Indikator Phenolphtalein (C20H14O4)
Indikator phenolphthalein (Indikator PP) adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengindikas larutan asam atau basa. Indikator ini berwujud cair, tidak berwarna/ jernih, dan berbau. Indikator PP memiliki rentang pH mulai dari 8 (basa). Titik didih indikator PP adalah -83,21℃, sedangkan titik lelehnya sebesar -88,5℃. Indikator ini larut dalam air dingin, air panas, dietil eter, dan aseton. Bahan ini iritan terhadap mata dan kulit, serta dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan pencernaan. Penanganan jika bahan terkena mata adalah segera bilas demgan air selama 15 menit. Kulit yang terkenan indikator PP segera dibilas dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup bahan ini segera dipindahkan ke tempat yang segar. Indikator PP jika tertelan tidak boleh dimuntahkan dan tidak boleh memasukkan apapun ke dalam mult. Segera hubungi ti medis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Indikator PP disimpan alam wadah yang kering, tertutup rapat dan tidak terkena cahaya matahari langsung (Sciencelab, 2016).

2.2     Dasar Teori
Larutan adalah campuran homogen yang terdiri dari dua komponen punyusun yaitu zat terlarut (solut) dan zat pelarut (solvent). Larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang banyak dinamakan larutan pekat, sengkan larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang kecil dinamakan larutan encer. Kelarutan  merupakan salah  satu sifat dari suatu zat yang larut. Kelarutan adalah jumlah maksimum suatu zat yang dapat larut dalam sejumlah tertentu suatu pelarut pada kondisi kesetimbangan (Chang, 2004).
 Larutan berdasarkan jumlah zat terlarut didalamnya dibedakan menjadi larutan jenuh, larutan lewat jenuh, larutan tidak jenuh dan hampir jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan yang setimbang dengan zat terlarut sehingga larutan ini jika ditambah sedikit zat terlarut maka akan terbentuk endapan. Endapan yang terbentuk menunjukkan larutan tersebut berada dalam keadaan lewat jenuh, larutan lewat jenuh dipengaruhi oleh temperatur, dimana pada temperatur tertentu terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut lebih sedikit daripada zat terlarutnya, sehingga zat larut sempurna dalam pelarut tanpa adanya endapan (Martin dkk, 1993).
Panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat terlarut dalam n mol pelarut pada tekanan dan temperatur yang sama adalah panas pelarutan. Hal ini disebabkan adanya ikatan kimia dari atom-atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan diferensial. Panas pelarutan didefinisikan sebagai perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar dicampur pada tekanan dan temperatur yang tetap untuk membuat larutann (Alberty, 1992).
Zat terlarut dilarutkan dalam pelarut apabila kalor dapat diserap atau dilepaskan. Secara umum kalor reaksi bergantung pada konsentrasi larutan akhir. Kalor pelarutan integral adalah perubahan entalpi untuk larutan dari 1 mol zat terlarut dalam n mol pelarut. Zat terlarut yang larut dalam pelarut secara kimia sama dengan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau solvasi. Kalor pelarutan dapat hamper sama dengan kalor pelelehan zat terlarut. Kalor pelarutan, kalor pengenceran dan kalor reaksi dalam larutan dapat dihitung dari nilai kalor pembentukan dalam larutan yang ditabelkan (Alberty, 1992). Panas pelarutan diferensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika suatu mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan tak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dalam penambahan 1 mol zat terlarut (Dogra, 1990).
Perubahan entalpi pada sistem mengalami perubahan fisika atau kimia biasanya disajikan untuk proses yang terjadi pada sekumpulan kondisi standar, yang disebut entalpi standar (ΔHo). Perubahan entalpi standar yang menyertai perubahan keadaan fisik disebut entalpi transisi standar, contohnya entalpi pelaruan standar. Entalpi pelarutan standar suatu zat adalah perubahan entalpi standar jika zat itu melarut didalam pelarut dengan sejumlah tertentu (Atkins, 1999).
Faktor-faktor penting yang dapat mempengaruhi kelarutan zat padat adalah temperatur, sifat dari pelarut, dan juga kehadiran ion-ion lainnya dalam larutan tersebut. Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda satu sama lain. Kebanyakkan garam-aram anorganik lebih dapat larut dalam air daripada dalam larutan-larutan organik. Air mempunyai momen dipol besar dan ditarik ke kation dan anion untuk membentuk ion-ion hidrat. Semua ion tanpa diragukan lagi terhidrasi pada suhu tingkat dalam larutan air, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion-ion dengan pelarut mengatasi gaya tarik-menarik yang cenderung untuk menahan ion-ion dalam kristal tidak mempunyai gaya yang cukup besar bagi pelarut-pelarut organik, untuk itu kelarutannya biasanya kecil daripada dalam air (Day & Underwood, 1999).
Pengaruh temperatur bergantung dari panas pelarutan. Nilai panas pelarutan (ΔH) yang negatif atau sistem eksotermis, maka kelarutan turun dengan naiknya temperatur. Nilai panas pelarutan (ΔH) positif atau sistem endotermis, maka kelarutan naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap kelarutan zat padat dan zat cair, tetapi berpengaruh pada kelarutan gas (Sukardjo, 1997).
Kesetimbangan sistem yang terganggu dengan adanya perubahan temperatur maka konsentrasi larutannya akan berubah. Pengaruh temperatur terhadap kelarutan menurut Van’t Hoff dapat dinyatakan sebagai berikut:
d ln S/dT = (ΔH)/RT2                                                (2.1)
dengan mengintegralkan dari T1 ke T2, maka akan diperoleh
ln S2/S1 = (ΔH/R)(T1-1 T2-1)                                        (2.2)
ln S = (ΔH)/RT + konstan                                         (2.3)
dimana :
 S1,S2 = kelarutan masing-masing zat pada suhu T1 dan T2
ΔH = entalpi pelarutan
R = konstanta gas umum
(Tim Penyusun, 2018).



BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1     Alat dan Bahan
3.1.1  Alat
-        Erlenmeyer
-        Pipet Mohr
-        Pipet tetes
-        Beaker glass 100 mL
-        Corong gelas
-        Ball pipet
-        Termometer
-        Buret
-        Statif
-        Batang pengaduk
-        Icebath
-        Botol semprot
3.1.2  Bahan
-        Akuades
-        NaOH 0,5 M
-        Asam Oksalat
-        Indikator phenophtalein
-        NaCl



3.2     Diagram Kerja
Kristal Asam oksalat
Hasil
-        dilarutkan dalam 100 mL akuades (ρ air diketahui) pada suhu kamar, sedikit demi sedikit sampai keadaan jenuh
-        dilengkapi dengan termometer dan batang pengadung pada gelas beaker berisi larutan jenuh
-        dimasukkan ke dalam waterbath pada temperatur yang dikehendaki, larutan selalu diaduk agar temperatur dalam sistem menjadi homogen
-        diambil 5 mL larutan saat sudah mencapai kesetimbangan (sekitar 30 menit), kemudian dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M dengan indicator pp secara duplo
-        dilakukan kembali percobaan  pada temperatur 5℃, 10℃, 15℃, 20℃ dan 25℃
 



















BAB. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
4.1.1 perhitungan percobaan entalpi pelarutan pada pengulangan 1
No
Suhu (K)
Volume (mL)
Konsentrasi (M)
Kelarutan (g/L)
1/T
Ln S
ΔHº (kJ/mol)
1
298
26,7
1,335
168,68
0,00338
5,128
23,479
2
293
25,9
1,295
163,39
0,00341
5,096
3
288
22,5
1,125
141,70
0,00347
4,964
4
283
16,7
0,835
105,14
0,00353
4,655
5
278
15,7
0,785
98,839
0,00359
4,593
4.1.2 Perhitungan percobaan entalpi pelarutan pada pengulangan 2
No
Suhu (K)
Volume (mL)
Konsentrasi (M)
Kelarutan (g/L)
1/T
Ln S
ΔHº (kJ/mol)

1
298
26,1
0,823
164,395
0,00338
5,102
23,429
2
293
25,7
1,285
161,874
0,00341
5,087
3
288
18,8
0,940
118,254
0,00347
4,773
4
283
17,0
0,850
107,159
0,00353
4,674
5
278
15,0
0,75
94,552
0,00359
4,549












4.2     Pembahasan
Praktikum entalpi pelarutan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap kelarutan asam oksalat dan menentukan entalpi kelarutan asam oksalat. Percobaan ini dilakukan dengan melarutkan asam oksalat pada 100 mL akuades. Asam oksalat ditambahkan secara perlahan-lahan ke dalam akuades sambil diaduk hingga larutan asam oksalat jenuh. Penambahan asam oksalat dihentikan ketika asam oksalat yang ditambahkan tidak dapat larut lagi dalam larutan, hal itulah yang menunjukkan bahwa larutan tersebut sudah jenuh. Pelarutan asam oksalat dalam akuades teramati bahwa pelarutan tersebut berjalan secara endotermis, hal ini ditunjukkan saat setiap pelarutan asam oksalat terjadi penurunan suhu yaitu semakin dinginnya larutan asam oksalat dibanding akuades sebelumnya.
Asam oksalat yang telah jenuh kemudian dipipet sebanyak 5 mL dan dititrasi dengan NaOH 0,5 M dengan indikator phenolphtalein. Titrasi dilakukan dengan beberapa variasi suhu larutan, yakni suhu ruang 24℃, 20℃, 15℃, 10℃, dan 5℃. Percobaan dengan variasi suhu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu pada kelarutan asam oksalat. Variasi suhu diperoleh dengan mendinginkan larutan dalam icebath yang berisi es batu ditambah garam dapur sehingga secara berturut-turut titrasi dilakukan dimulai dari suhu yang paling tinggi. Penambahan garam dapur bertujuan untuk menurunkan titik beku es batu sehingga tidak mudah meleleh. Titrasi masing-masing suhu dilakukan secara duplo agar mendapatkan data yang akurat. Titrasi pengulangan pertama dan kedua dilakukan pada erlenmeyer yang berbeda, sehingga massa masing-masing erlenmeyer perlu diketahui dengan menimbang erlenmeyer kosong masing-masing erlenmeyer. Titrasi dengan NaOH 0,5 M hingga larutan berubah menjadi warna pink yang menunjukkan bahwa titrasi telah mencapai titik akhir dan harus dihentikan. Larutan yang telah dititrasi kemudian ditimbang massanya untuk masing-masing pengulangan pada erlenmeyer berbeda. Data massa erlenmeyer tersebut digunakan untuk mengetahui massa larutan dari selisih massa erlenmeyer berisi larutan dengan massa erlenmeyer kosong pada masing-masing pengulangan. Percobaan tersebut dilakukan pada semua variasi suhu dengan dua kali pengulangan.
Hasil percobaan menunjukkan konsentrasi asam oksalat dalam larutan akuades cenderung menurun dengan menurunnya suhu, hal ini menunjukkan semakin berkurangnya massa asam oksalat yang terlarut dalam akuades dengan menurunnya suhu. Namun ada beberapa data yang tidak sesuai seperti pada tabel 4.1.2 nomor 1, nilai konsentrasi tersebut lebih kecil dibanding dengan konsentrasi pada suhu dibawahnya. Hal ini dikarenakan pada saat melakukan percobaan, setelah pengulangan 1 larutan diturunkan suhunya dalam icebath kemudian suhunya dinaikkan kembali karena pengulangan 2 belum dilakukan. Penurunan suhu itulah yang menyebabkan jumlah zat terlarut menjadi lebih sedikit, karena penurunan suhu menyebabkan penurunan kelarutan, saat penurunan suhu tersebut sebagian asam oksalat mengendap karena kelarutan yang menurun. Oleh karena itu, saat dilakukan titrasi, konsentrasi asam oksalat diperoleh lebih kecil dari pengulangan 1.
Nilai kelarutan hasil percobaan menunjukkan pada setiap pengulangan, kelarutan cenderung menurun dengan menurunnya suhu. Hal ini terjadi karena sistem berjalan secara endotermis. Hal ini sesuai dengan pernyataan menurut Sukardjo (1997) jika larutan bersifat endotermis maka kelarutan akan semakin tidak larut pada penurunan temperatur sehingga volume yang dibutuhkan akan berkurang. Hubungan kelarutan dengan suhu dapat dilihat pada gambar 4.1 untuk pengulangan pertama dan 4.2 untuk pengulangan kedua.
Gambar 4.1 Grafik Hubungan ln S dengan 1/T Pengulangan 1
Gambar 4.2 Grafik Hubungan ln S dengan 1/T Pengulangan 2

Nilai entalpi yang diperoleh pada kedua percobaan memiliki nilai yang hampir sama yaitu 23,479 kJ/mol dan 23,429 kJ/mol. Nilai entalpi diperoleh dari slope grafik hubungan antara ln S dengan 1/T. Nilai entalpi tersebut bernilai positif yang menunjukkan bahwa reaksi berjalan endotermis yakni dalam berjalannya reaksi, membutuhkan energi 23,479 kJ/mol untuk percobaan 1 dan 23,429 kJ/mol untuk percobaan 2.



BAB 5. PENUTUP
5.1       Kesimpulan
1.              Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat, dalam hal ini reaksi yang berjalan secara endotermis dengan meningkatnya suhhu maka meningkat pula kelarutan suatu zat
2.       Harga entalpi pelarutan suatu zat ditentukan dari slope grafik hubungan lnS dengan 1/T, harga entalpi bernilai positif untuk reaksi endotermis.

5.2       Saran
            Saran yang dapat disampaikan dari percobaan ini yaitu praktikan harus lebih teliti dan telaten dalam pelarutan asam oksalat dan penentuan titik jenuh, agar asam oksalat yang digunakan tidak terlalu banyak yang mengendap dan terbuang. Praktikan juga harus teliti dalam penentuan suhu larutan, agar data yang diperoleh dapat akurat. Percobaan yang dilakukan pada variasi suhu secara duplo, tidak dilakukan dengan menaik-turunkan suhu, karena akan berakibat pada jumlah zat terlarut yang telah berkurang saat penurunan suhu. Pengukuran tersebut tidak tepat jika dilakukan kembali titrasi untuk suhu yang lebih tinggi dari larutan yang telah diturunkan suhunya.
DAFTAR PUSTAKA
Alberty, R.A. 1992. Kimia Fisik. Jakarta: Erlangga.
Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Chang, Raymond. 2004. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga
Day, R.A. & A.L. Underwood. 1999. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Dogra, S.K. 1990. Kimia Fisika dan Soal-Soal. Jakarta: Universitas Indonesia.
Martin, A., Swarbick, J., dan A. Cammarata. 1993. Farmasi Fisik 2. Edisi III. Jakarta: UI Press. Pp. 940-1010, 1162, 1163, 1170.
Sciencelab. 2016. MSDS Aquadest [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9927593. [diakses 25 November 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Asam Oksalat [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9926346 [diakses 17 September 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Natrium Hidroksida [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9924998 [diakses 17 September 2018].
Sciencelab. 2016. MSDS Phenolptalein [Serial Online]. www.sciencelab.com/msds.php?msdsid=9926477 [diakses 17 September 2018].
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Yogyakarta: Rineka Cipta
Tim Penyusun Kimia Fisik. 2018. Penuntun Praktikum Termodinamika Kimia. Jember: Universitas Jember
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Vasam oksalat = 5 mL = 0,005 L
MNaOH = 0,5 M
Mr asam oksalat = 126,07 g/mol
·        Suhu 24°C
Pengulangan 1
1.      Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.      Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 1,335 M . 0,005 L = 0,0067 mol
3.      Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,0067 mol . 126,07 g/mol = 0,845 g
4.      Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,147 g – 34,781 g =  6,366 g
5.      Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,366 g – 0,845 g = 5,521 g = 0,005521 kg
6.      M solute = =
7.      n solute = M solute . m H2O
= 1,213 mol/kg . 0,005521 kg = 6,69 × 10-3 mol
8.      kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  =
ln S = 5,128
Pengulangan 2
1.     Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.     Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 1,305 M . 0,005 L = 0,006525 mol
3.     Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,006525 mol . 126,07 g/mol = 0,823 g
4.     Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,193 g – 34,865 g =  6,328 g
5.     Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,328 g – 0,823 g = 5,505 g = 0,005505 kg
6.     M solute =  
7.     n solute = M solute . m H2O
= 1,185 mol/kg . 0,005505 kg = 6,52 × 10-3 mol
8.     kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=
ln S = 5,102

·        Suhu 20°C
Pengulangan 1
1.      Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.      Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 1,295 M . 0,005 L = 0,006475 mol
3.      Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,006475 mol . 126,07 g/mol = 0,816 g
4.      Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,314 g – 34,781 g =  6,533 g
5.      Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,533 g – 0,816 g = 5,717 g = 0,005717 kg
6.      M solute =  
7.      n solute = M solute . m H2O
= 1,133 mol/kg . 0,005717 kg = 6,48 × 10-3 mol
8.      kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 5,096


Pengulangan 2
1.     Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.     Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 1,285 M . 0,005 L = 0,006425 mol
3.     Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,006425 mol . 126,07 g/mol = 0,810 g
4.     Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,365 g – 34,865 g =  6,500 g
5.     Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,500 g – 0,810 g = 5,690 g = 0,005690 kg
6.     M solute =  
7.     n solute = M solute . m H2O
= 1,129 mol/kg . 0,005690 kg = 6,42 × 10-3 mol
8.     kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 5,087


·        Suhu 15°C
Pengulangan 1
1.      Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.      Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 1,125 M . 0,005 L = 0,005625 mol
3.      Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,005625 mol . 126,07 g/mol = 0,709 g
4.      Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,258 g – 34,781 g =  6,477 g
5.      Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,477 g – 0,709 g = 5,768 g = 0,005768 kg
6.      M solute =  
7.      n solute = M solute . m H2O
= 0,975 mol/kg . 0,005768 kg = 5,62 × 10-3 mol
8.      kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,954
Pengulangan 2
1.     Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.     Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 0,940 M . 0,005 L = 0,0047 mol
3.     Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,0047 mol . 126,07 g/mol = 0,592 g
4.     Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,316 g – 34,865 g =  6,451 g
5.     Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,451 g – 0,592 g = 5,859 g = 0,005859 kg
6.     M solute =  
7.     n solute = M solute . m H2O
= 0,802 mol/kg . 0,005859 kg = 4,69 × 10-3 mol
8.     kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,773
·        Suhu 10°C
Pengulangan 1
1.      Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.      Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 0,835 M . 0,005 L = 0,004175 mol
3.      Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,004175 mol . 126,07 g/mol = 0,526 g
4.      Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,193 g – 34,781 g =  6,412 g
5.      Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,412 g – 0,526 g = 5,886 g = 0,005886 kg
6.      M solute =  
7.      n solute = M solute . m H2O
= 0,709 mol/kg . 0,005886 kg = 4,17 × 10-3 mol
8.      kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,655
Pengulangan 2
1.     Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =   
2.     Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 0,850 M . 0,005 L = 0,00425 mol
3.     Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,00425 mol . 126,07 g/mol = 0,536 g
4.     Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,125 g – 34,865 g =  6,26 g
5.     Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,26 g – 0,536 g = 5,724 g = 0,005724 kg
6.     M solute =  
7.     n solute = M solute . m H2O
= 0,742 mol/kg . 0,005724 kg = 4,25 × 10-3 mol
8.     kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,674

·        Suhu 5°C
Pengulangan 1
1.      Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.      Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 0,785 M . 0,005 L = 0,003925 mol
3.      Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,003925 mol . 126,07 g/mol = 0,495 g
4.      Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,166 g – 34,781 g =  6,385 g
5.      Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,385 g – 0,495 g = 5,89 g = 0,00589 kg
6.      M solute =  
7.      n solute = M solute . m H2O
= 0,666 mol/kg . 0,00589 kg = 3,92 × 10-3 mol
8.      kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,593


Pengulangan 2
1.     Normalitas asam oksalat
n . M H2C2O4 . V H2C2O4 = n . M NaOH . V NaOH
M H2C2O4 =  
2.     Mol H2C2O4
n H2C2O4 = MV = 0,75 M . 0,005 L = 0,00375 mol
3.     Massa H2C2O4
m H2C2O4 = n.Mr = 0,00375 mol . 126,07 g/mol = 0,473 g
4.     Masssa larutan
m larutan = (m H2C2O4 + erlenmeyer) – (m erlenmeyer kosong)
= 41,298 g – 34,865 g =  6,433 g
5.     Massa H2O
m H2O = m larutan – m H2C2O4
= 6,433 g – 0,473 g = 5,960 g = 0,00596 kg
6.     M solute =  
7.     n solute = M solute . m H2O
= 0,629 mol/kg . 0,00596 kg = 3,75 × 10-3 mol
8.     kelarutan H2C2O4
S H2C2O4 =
=  
ln S = 4,549

Grafik
Pengulangan 1
ln S
T (°C)
1/T (K)
4,593
5
0,00359
4,655
10
0,00353
4,954
15
0,00347
5,096
20
0,00341
5,128
24
0,00338

y = - 2824x + 14,70
ΔH = m R
= (- 2824) × 8,314 J/mol K
= - 23478,74 J/mol K
ΔH = 23478,74 J/mol K
ΔH = 23,479 kJ/mol K

Pengulangan 2
ln S
T (°C)
1/T (K)
4,549
5
0,00359
4,674
10
0,00353
4,773
15
0,00347
5,087
20
0,00341
5,102
24
0,00338

y = - 2818x + 14,63
ΔH = m R
= (- 2818) × 8,314 J/mol K
= - 23428,85 J/mol K
ΔH = 23428,85 J/mol K
ΔH = 23,429 kJ/mol K


Comments

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI Tujuan Percobaan : 1.       Mempelajari teknik pengukuran fisik untuk identifikasi senyawa organik 2.       Mempelajari Uji Kimia identifikasi gugus fungsional senyawa organik Pendahuluan Senyawa di alam begitu banyak dan melimpah, saat ini diperkirakan sudah mencapai jutaan dan akan terus bertambah dengan hadirnya senyawa-senyawa baru hasil sintesis para ahli kimia organik. Senyawa organik merupakan senyawa yang paling banyak dibandingkan dengan senyawa lain. Senyawa karbon atau yang biasa dikenal dengan senyawa organik adalah suatu senyawa yang unsur-unsur penyusunnya terdiri dari atom karbon dan atom-atom hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, halogen, atau fosfor ( Riswiyanto,2009). Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang mengandung karbon dan hidrogen yang dapat di bedakan atas hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Alkana di golongkan sebagai senyawa hidrokarbon

LAPORAN PRAKTIKUM KELARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK   KELARUTAN Tujuan Percobaan : -           Mempelajari kelarutan suatu zat dan memprediksi kepolarannya. Pendahuluan Nilai suatu kelarutan didasarkan dengan sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada suatu zat terlarut-pelarut serta resultan interaksi zat pelarut-pelarutnya. Kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut yang terdapat dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, definisi ini berdasarkan kelarutan dalam besaran kuantitatif. Kelarutan juga didefinisikan sebagai hasil dari adanya suatu interaksi spontan yang melibatkan dua atau lebih zat sehingga membentuk dispersi molekular homogen, definisi ini berdasarkan kelarutan dalam besaran kualitatif (Lachman, 1994). Larutan berdasarkan jumlah zat terlarut didalamnya dibedakan menjadi larutan jenuh, larutan lewat jenuh, larutan tidak jenuh dan hampir jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan yang setimbang deng

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA KONSENTRASI KRITIS MISEL

KONSENTRASI KRITIS MISEL LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA Disusun Oleh : Nama                         : Erna Rosinawati N. NIM                           : 171810301043 Kelompok                  : 2 Asisten                       : Nurul Zahro’ul Vikriya LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2018 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1          Latar Belakang Misel adalah molekul-molekul sufaktan yang mulai berasosiasi karena adanya penambahan surfaktan berikutnya, sehingga pada suatu saat akan tercapai keadaan dimana permukaan antarmuka menjadi jenuh atau tertutupi oleh surfaktan dan adsorbs surfaktan ke permukaan-permukaan tidak terjadi lagi. Surfaktan berasar dari kata surface active agent , yang merupakan senyawa kimia yang dapat mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang sebelumnya tidak dapat berinteraksi den