LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA
KIMIA
ENTALPI ADSORPSI
Oleh :
Nama :
Erna Rosinawati N.
NIM :
171810301043
Kelompok : 2
Asisten :
Anis Saāadah
LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018
BAB 1.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Adsorpsi atau penyerapan adalah peristiwa yang melibatkan
interaksi fisik, kimia dan gaya elektrostatik antara bahan yang terserap (adsorbat)
dengan bahan penyerap (adsorben) pada permukaan adsorben. Peristiwa adsorpsi terjadi
ketika penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fasa.
Adsorpsi adalah peristiwa
penyerapan suatu zat oleh suatu bahan absorben pada permukaannya (Sukardjo, 1990).
Peristiwa adsorpsi merupakan fenomena yang banyak dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari, misalnya adalah penggunaan tawas (Al(OH)3)
untuk menjernihkan air. Adsorpsi atau yang sering dikenal dengan penyerapan
banyak dijumpai dalam berbagai hal, penggunaan norit untuk sakit perut juga
merupakan peristiwa adsorpsi. Oleh karena banyak dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari, peristiwa adsorpsi perlu untuk dipelajari lebih lanjut.
Percobaan ini akan membahas
mengenai peristiwa adsorpsi pada bahan karbon aktif dengan berbagai faktor yang
mempengaruhinya diantaranya faktor suhu dan konsentrasi. Larutan yang berperan sebagai
adsorbatnya adalah asam asetat. Hasil yang akan diperoleh pada percobaan ini
yaitu banyaknya asam asetat yang teradsorpsi oleh karbon aktif yang dapat
diketahui melalui prinsip kerja titrasi.
1.2
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini diantaranya sebagai
berikut:
1.
Bagaimana pengaruh suhu dan konsentrasi pada peristiwa
adsorpsi?
2.
Bagaimana cara menentukan entalpi adsorsi suatu
adsorben?
1.3
Tujuan
Tujuan
percobaan ini adalah mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu
bahan absorben dan menentukan entalpi adsorpsinya.
BAB
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan hasil penyulingan air sehingga tidak
terdapat kandungan mineral didalamnya. Akuades berupa zat yang berfase cair,
tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Akuades termasuk bahan yang
stabil sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus. Akuades tidak berbahaya jika
terhirup maupun tertelan dan tidak menyebabkan korosi jika terjadi kontak
dengan tubuh (Sciencelab, 2016).
2.1.2
Natrium Hidroksida (NaOH)
Rumus molekul natrium hidroksida adalah NaOH. NaOH berwujud
padat, berwarna putih, berbau, memiliki titik didih dan titik leleh sebesar
13388ā dan 327ā. NaOH mudah larut dalam air dingin, bersifat reaktif dengan
alkali dan logam. NaOH berbahaya apabila terjadi kontak dengan mata, kulit,
terhirup dan tertelan. Penanganan yang dapat dilakukab apabila tertelan adalah
segera minta bantuan medis dan lakukan intruksi dari tenaga medis (Sciencelab,
2016).
2.1.3 Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam
Oksalat berwujud padatan kristal, berwarna putih dan memiliki berat molekul
sebesar 90,04 g/mol. Bahan ini dapat larut dalam air dingin, dietil eter,
alcohol, gliserol, benzene, dan air panas. Asam oksalat bersifat reaktif
terhadap oksidator, logam dan alkali. Asam oksalat berbahaya dan dapat
menyebabkan kerusakan ginjal, jantung, selaput lender, dan mata. Penanganan
yang dapat dilakukan jika terkena mata yaitu dibilas dengan air mengalir
minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2016).
2.1.4 Indikator Phenolphtalein (C20H14O4)
Indikator
phenolphthalein (Indikator PP) adalah salah satu indikator yang digunakan untuk
mengindikas larutan asam atau basa. Indikator ini berwujud cair, tidak
berwarna/ jernih, dan berbau. Indikator PP memiliki rentang pH mulai dari 8
(basa). Titik didih indikator PP adalah -83,21ā, sedangkan titik lelehnya
sebesar -88,5ā. Indikator ini larut dalam air dingin, air panas, dietil eter,
dan aseton. Bahan ini iritan terhadap mata dan kulit, serta dapat menyebabkan
gangguan pernafasan dan pencernaan. Penanganan jika bahan terkena mata adalah
segera bilas demgan air selama 15 menit. Kulit yang terkenan indikator PP
segera dibilas dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup bahan ini
segera dipindahkan ke tempat yang segar. Indikator PP jika tertelan tidak boleh
dimuntahkan dan tidak boleh memasukkan apapun ke dalam mult. Segera hubungi ti
medis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Indikator PP disimpan alam
wadah yang kering, tertutup rapat dan tidak terkena cahaya matahari langsung
(Sciencelab, 2016).
2.1.5 Karbon Aktif (C)
Karbon
aktif atau arang aktif adalah zat padat berbentuk bubuk, berwarna hitam, tidak
berbau, larut dalam air, dan memiliki pH berkisar 5.0-10.0. Luas permukaan
karbon yang sangat besar diperoleh denga mengaktifkan karbon atau arang
tersebut. Satu gram karbon aktig, menghasilkan suatu material yang memiliki
permukaan sebesar 500 A. Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar
luas permukaan saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan
kemamouan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Sciencelab, 2016).
2.1.6 Asam Asetat (CH3COOH)
Asam
Asetat tergolong asam lemah yang berwujud cair, berbau, dan tidak berwarna.
Berat molekul asam asetat adalah 60,06 g.mol, sedang titik didih dan titik
leburnya adalah -118,1ā dan 16,6ā. Asam asetat mudah larut dalam air panas
maupun dingin, larutan seperti dietil eter, dan aseton. Asam asetat reaktif
dengan logam, basa kuat, amina, dan asam perklorat. Berbahaya apabila terkena
mata, kulit, tertelan dan terhirup dan seger basuh dengan air mengalir apabila
terkena mata atu kulit kemudian tutupi anggota tubuh yang terkontaminasi dengan
krim anti bakteri
(Sciencelab,
2016).
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa
penyerapan adsorbat pada permukaan suatu adsorben. Ditinjau secara molekular
peristiwa ini terjadi ketika suatu molekul dikelilingi molekul lain yang gaya
tariknya tidak seimbang karena pada salah satu arah molekul tidak ada molekul
lain yang menarik, sehingga gaya tarik pada permukaan itu kecil. Faktor-faktor
yang mempengaruhi adsorpsi diantaranya:
1. macam adsorpsi
2. zat yang
diadsorpsi
3. kosentrasi
4. luas permukaan
5. temperatur
6. tekanan
Luas permukaan dan
konsentrasi berbanding lurus terhadap adsorpsi, artinya makin besar luas
permukaan atau semakin tinggi konsentrasi maka makin banyak zat yang
diadsorpsi. Peristiwa adsorpsi bersifat selektif, artinya hanya satu komponen
dalam campuran yang dapat diadsorpsi oleh adsorben. Berikut persamaan yang
menyatakan pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi.
= K.Cn (2.1)
Dimana:
X =berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorben
c = berat adsorben pada keadaan setimbang
n. & k = tetapan adsorpsi
Jika ditulis dalam logaritrna :
Log(X/m
)
= n log C + log k (2.2)
dengan membuat grafik log (X/m) lawan
log C, n dan k dapat ditentukan (slope = n dan log k = intersep) (Tim Penyusun,
2018).
Adsorpsi adalah
proses penggumpalan zat terlarut dalam larutan, oleh permukaan bahan penyerap
yang melibatkan suatu ikatan kimia-fisika antara zat terlarut dengan
penyerapnya. Zat yang terlibat dalam proses adsorpsi diantaranya disebut
adsorbat yaitu zat yang terserap pada permukaan zat lain yang dan adsorben
yaitu zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain (Brady, 1998).
Menurut Sukardjo (1990), ditinjau
dari jenis gaya tarik-menariknya, adsorpsi dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.
Adsorpsi fisika (physical adsorption),
yaitu adsorpsi pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya Van Der Waals.
Panas dari adsorpsi fisika rendah (sekitar
10.000 kal/mol) dan
pada permukaan adsorben terdapat lebih dari satu lapisan molekul.
2.
Adsorpsi kimia (chemical adsorption),
yaitu proses penyerapan yang disebabkan oleh reaksi kimia antara adsorbat
dengan adsorben. Panas dari adsorpsi kimia tinggi (sekitar 20.000-100.000 kal/mol) dan hanya terdapat satu lapisan molekul pada permukaan
adsorben.
Proses adsorpsi
secara kimia terjadi karena partikel menempel pada permukaan dengan membentuk
suatu ikatan kimia (umumnya ikatan kovalen) dan cenderung berusaha untuk
memaksimalkan bilangan koordinasinya dengan substrat (Keenan, 1999).
Adsorben yang baik akan
dapat diukur dengan mudah, misalnya penurunan tekanan ketika permukaan arang
(arang khusus) menarik molekul-molekul gas dalam wadah yang berisi gas, hal ini
serupa dengan adsorpsi yang terjadi pada asam asetat. Adsorpsi asam asetat
dalam larutan berair ke dalam arang dapat dengan mudah diamati melalui prinsip
titrasi antara larutan tersebut dengan larutan natrium hidroksida. Suatu molekul
dalam lapisan permukaan zat padat tidak memiliki partikel tetangga disemua sisi
tidak seperti pada bagian bawah permukaannya. Gaya yang terlibat dalam adsorpsi
bergantung sifat dasar kimia pada permukaan dan
struktur dari zat yang teradsorpsi. Kekuatan interaksi
antara adsorbat dengan adsorbennya dipengaruhi oleh sifat adsorbat dan
adsorbennya. Ciri adsorpsi yang lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan
adsorbatnya. Adsorben yang bersifat polar akan lebih kuat menarik komponen yang
bersifat polar disbanding yang kurang polar atau bahkan nonpolar (Day & Underwood, 1998).
Adsorben yang umum dan banyak digunakan
dalam proses adsorpsi adalah arang atau karbon aktif. Penerapan pada industri,
zat ini banyak dipakai untuk menghilangkan komponen dalam larutan. Penyerapan
ini bersifat selektif, yaitu hanya menyerap zat terlarut atau pelarut yang sangat
mirip dengan penyerapan oleh zat padat. Pelarut yang mengandung zat terlarut terjadi
kontak dengan absorben, kemudian massa zat terlarut di dalam cairan berpindah
ke permukaan absorben, sehingga konsentrasi larutan berubah terhadap waktu
(Atkins, 1990).
2.2.2 Standarisasi
Standarisasi adalah suatu proses penentuan secara
teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar dapat dibuat dengan menimbang
secara teliti sejumlah contoh solut yang digunakan dan melarutkannya ke dalam
volume larutan yang secara teliti diukur volumenya. Cara ini biasanya tidak
dapat dilakukan, karena relatif sedikit pereaksi kimia yang dapat diperoleh
dalam bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan analis akan ketelitiannya.
Beberapa zat tadi yang memadai dalam hal ini asam
basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu
asam atau basa yang bereaksi (Aprilia, 2012).
BAB 3.
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat
dan Bahan
3.1.1 Alat
- Buret
3.1.2 Bahan
- Indikator Phenolftalein
3.2 Diagram
Kerja
3.2.1 Standarisasi NaOH
NaOH
|
|
- dimasukkan sebanyak 50 mL ke dalam buret
- disediakan asam oksalat yang telah dilarutkan sebanyak 10 mL dalam
Erlenmeyer dan ditambahkan dua tetes indikator pp
- dilakukan titrasi
- diamati volume yang digunakan
- dilakukan dua kali titrasi (diplo)
|
Hasil
3.2.2 Titrasi Asam Asetat
Asam
Asetat
|
- dibuat masing-masing sebanyak
50 mL dengan konsentrasi 1, 0,8, 0,6, 0,4,0,2, dan 0,1 N
- diambil sebanyak 10 mL setiap
sampelnya dan ditambahkan indikator pp
- dititrasi dengan larutan NaOH
0,5 M yang telah distandarisasi dengan larutan asam oksalat
- dicatat volume NaOH yang
dibutuhkan saat titrasi masing-masing sampel
- diambil setiap sampel sebanyak
25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
- ditambahkan beberapa gram adsorben
(karbon aktif) sesuai instruksi
asisten
- dikocok dan ditutup dengan
kertas saring lalu didiamkan selama 30 menit
- diambil masing-masing filtrat sebanyak
10 mL dan ditambahkan indikator pp
- dititrasi kembali dengan
larutan NaOH 0,5 M sehingga diketahui konsentrasi sampel yang dititrasi
- ditentukan jumlah sampel yang
diadsorpsi
|
Hasil
|
BAB 4. HASIL DAN
PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Standarisasi Natrium Hidroksida
No.
|
M C2H2O4
|
V C2H2O4
|
M NaOH
|
V NaOH
|
M NaOH rata-rata
|
1
|
0,1 M
|
10 mL
|
0,333
|
3,0
|
0,345 M
|
2
|
0,1 M
|
10 mL
|
0,357
|
2,8
|
4.1.2 Konsentrasi Mula-mula Asam Asetat
No.
|
N CH3COOH
|
V CH3COOH
|
M NaOH
|
V NaOH
|
M CH3COOH
|
1
|
1 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
22 mL
|
0,759 M
|
2
|
0,8 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
17,3 mL
|
0,596 M
|
3
|
0,6 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
13,9 mL
|
0,479 M
|
4
|
0,4 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
8,9 mL
|
0,307 M
|
5
|
0,2 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
4,4 mL
|
0,152 M
|
4.1.3 Konsentrasi Asam Asetat setelah di adsorpsi
pada suhu 30ā
No.
|
N CH3COOH
|
V CH3COOH
|
M NaOH
|
V NaOH
|
M CH3COOH
|
1
|
1 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
21 mL
|
0,724 M
|
2
|
0,8 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
16,5 mL
|
0,569 M
|
3
|
0,6 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
13,8 mL
|
0,476 M
|
4
|
0,4 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
8 mL
|
0,276 M
|
5
|
0,2 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
4 mL
|
0,138 M
|
4.1.4 Konsentrasi Asam Asetat setelah adsorpsi
pada suhu 40ā
No.
|
N CH3COOH
|
V CH3COOH
|
M NaOH
|
V NaOH
|
M CH3COOH
|
1
|
1 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
17,2 mL
|
0,593 M
|
2
|
0,8 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
15,9 mL
|
0,548 M
|
3
|
0,6 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
9,7 mL
|
0,473 M
|
4
|
0,4 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
7,9 mL
|
0,272 M
|
5
|
0,2 N
|
10 mL
|
0,345 M
|
3,9 mL
|
0,134 M
|
4.1.5 Massa Zat yang di adsorpsi pada suhu 30ā
No.
|
N CH3COOH
|
V NaOH
|
M NaOH
|
Massa
|
|
1
|
1 N
|
21 mL
|
0,345 M
|
0,0138 g
|
|
2
|
0,8 N
|
16,5 mL
|
0,345 M
|
0,01104 g
|
|
3
|
0,6 N
|
13,8 mL
|
0,345 M
|
0,00138 g
|
|
4
|
0,4 N
|
8 mL
|
0,345 M
|
0,01242 g
|
|
5
|
0,2 N
|
4 mL
|
0,345 M
|
0,00552 g
|
|
4.1.6 Massa Zat yang di adsorpsi pada suhu 40ā
No.
|
N CH3COOH
|
V NaOH
|
M NaOH
|
Massa
|
1
|
1 N
|
17,2 mL
|
0,345 M
|
0,06624 g
|
2
|
0,8 N
|
15,9 mL
|
0,345 M
|
0,01932 g
|
3
|
0,6 N
|
9,7 mL
|
0,345 M
|
0,00276 g
|
4
|
0,4 N
|
7,9 mL
|
0,345 M
|
0,0138 g
|
5
|
0,2 N
|
3,9 mL
|
0,345 M
|
0,0069 g
|
4.1.7 Data Hasil Perhitungan pada suhu 30ā
No.
|
N CH3COOH
|
V NaOH
|
M NaOH
|
BM NaOH
|
Log (X/m)
|
Log C
|
1
|
1 N
|
21 mL
|
0,345 M
|
40 g/mol
|
-1,56
|
-0,14
|
2
|
0,8 N
|
16,5 mL
|
-1,65
|
-0,245
|
||
3
|
0,6 N
|
13,8 mL
|
-2,56
|
-0,322
|
||
4
|
0,4 N
|
8 mL
|
-1,60
|
-0,559
|
||
5
|
0,2 N
|
4 mL
|
-1,95
|
-0,860
|
4.1.8 Data Hasil Perhitungan pada suhu 40ā
No.
|
N CH3COOH
|
V NaOH
|
M NaOH
|
BM NaOH
|
Log (X/m)
|
Log C
|
1
|
1 N
|
17,2 mL
|
0,345 M
|
40 g/mol
|
-0,88
|
-0,227
|
2
|
0,8 N
|
15,9 mL
|
-1,41
|
-0,261
|
||
3
|
0,6 N
|
9,7 mL
|
-2.26
|
-0,325
|
||
4
|
0,4 N
|
7,9 mL
|
-1,55
|
-0,565
|
||
5
|
0,2 N
|
3,9 mL
|
-1,86
|
-0,873
|
4.1.9 Nilai
Entalpi Adsorpsi
T(K)
|
1/T(K-1)
|
k
|
ln k
|
ĪH (adsorpsi)
|
|
303
|
0,0033
|
0,016
|
-4,135
|
102,6679
|
|
313
|
0,0032
|
0,055
|
-2,900
|
||
4.2 Pembahasan
Percobaan 2 yang dilakukan adalah percobaan mengenai
entalpi adsorpsi. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat yan
teradsorpsi pada permukaan adsorben. Entalpi adsorpsi adalah kalor yang
diperlukan dalam proses adsorpsi. Adsorben pada percobaan ini menggunakan
karbon aktif dan adsorbatnya adalah asam asetat. Proses adsorpsi ini
menggunakan empat variasi konsentrasi larutan asam asetat yang berbeda-beda
yaitu 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N. variabel suhu pada percobaan ini
juga divariasikan menjadi dua yaitu suhu 30ā dan 40ā. Perbedaan perlakuan
konsentrasi pada percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
terhadap adsorpsi. Perbedaan perlakuan variabel suhu juga bertujuan untuk
mengetahui pengaruh suhu pada adsorpsi. Percobaan ini menggunakan prinsip kerja
titrasi dimana volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi asam asetat sebelum
di adsorpsi sesudah di adsorpsi oleh karbon aktif akan diketahui selisihnya. Selisih
tersebut merupakan hasil dari pengaruh beberapa faktor dari variabel yang
diberikan.
Larutan NaOH yang akan dijadikan titran terlebih
dahulu di standarisasi dengan larutan primer asam oksalat 0,1 M dan menggunakan
phenolphtalien sebagai indikator titrasi yang akan menunjukkan perubahan warna
merah saat mencapai titik akhir titrasi. Standarisasi titran NaOH bertujuan
untuk mengetahui secara pasti konsentrasi larutan NaOH yang akan digunakan.
Standarisasi NaOH pada percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan
(diplo) agar diperoleh data yang akurat dan presisi. Titik akhir titrasi pada
NaOH (basa kuat) dengan asam oksalat (asam lemah) ditunjukkan oleh perubahan
warna indikator dari yang awalnya tidak berwarna menjadi muncul warna pink
pucat.
Gambar 4.1 Hasil Titrasi NaOH
Persamaan
reaksi pada titrasi tersebut adalah sebagai berikut.
H2C2O4(aq) + 2NaOH(aq) ā Na2C2O4(aq) + 2H2O(l) (4.1)
Percobaan selanjutnya yaitu pembuatan larutan asam
asetat dalam variasi lima konsentrasi yaitu 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2
N. Variasi konsentrasi diperoleh dengan mengencerkan asam asetat 1 N dengan
akuades yang volumenya ditentukan melalui perhitungan stoikiometri. Larutan
asam asetat yang telah diencerkan dan menjadi beberapa larutan dalam konsentrasi
yang berbeda kemudian dititrasi dengan NaOH. Titrasi ini bertujuan untuk
memperoleh data volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi asam asetat yang
belum di adsorpsi oleh karbon aktif. Hasil titrasi menunjukkan bahwa
konsentrasi asam asetat semakin bertambah maka jumlah volume NaOH yang
digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi semakin banyak. Hal ini sesuai
sebagaimana menurut Petrucci (2007) dalam grafik titrasi asam poliprotik dengan
NaOH menunjukkan bahwa volume NaOH untuk mencapai titik ekuivalen meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi asam poliprotik. Reaksi yang terjadi pada
titrasi asam asetat dengan NaOH adalah sebagai berikut.
CH3COOH
(aq) +
NaOH (aq) ā CH3COONa
(aq) +
H2O (l) (4.2)
Pengujian pertama yaitu uji adsorpsi larutan asam
asetat oleh karbon aktif pada masing-masing larutan dengan variasi konsentrasi
1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N pada suhu 30ā. Larutan asam asetat pada masing-masing
konsentrasi diambil sebanyak 25 mL dan ditambahkan dengan 0,5 gram karbon aktif,
kemudian dikocok dalam keadaan tertutup agar karbon aktif dengan larutan dapat
bercampur secara sempurna sehingga proses adsorpsi berlangsung secara optimal.
Perlakuan pada suhu 30ā dilakukan dengan memanaskan larutan asam asetat yang
telah ditambahkan karbon aktif pada suhu 30ā. Setelah dipanaskan hingga
mencapai suhu 30ā, larutan tersebut kemudian didiamkan selama 20 menit agar
dibiarkan terjadi kontak antara karbon aktif dengan larutan asam asetat.
Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring dan diambil masing-masing sebanyak 10 mL untuk
dititrasi dengan larutan NaOH yang terstandarisasi. Titik akhir titrasi dicapai
dengan menggunakan volume NaOH yang lebih sedikit pada masing-masing
konsentrasi dibandingkan titrasi sebelum penambahan karbon aktif dan
konsentrasi berubah menurun dari sebelumnya seperti yang tertera pada tabel
4.1.3. Hal tersebut menunjukkan hasil
adsorpsi oleh karbon aktif bahwa sebagian zat terlarut dalam larutan
asam asetat telah teradsorpsi sehingga konsentrasinya berkurang seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4.1.5 bahwa zat yang teradsorpsi semakin banyak ketika
konsentrasinya semakin tinggi. Hal ini sesuai seperti menurut Day &
Underwood (1998) bahwasannya pengaruh konsentrasi berbanding lurus dengan
adsorpsi. Pengaruh konsentrasi pada suhu 30ā dapat digambarkan pada grafik
berikut.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan X/m dengan Log C pada suhu
30ā
Pengujian kedua yaitu uji adsorpsi larutan asam asetat
oleh karbon aktif pada masing-masing larutan dengan variasi konsentrasi 1,0 N;
0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N pada suhu 40ā. Karbon aktif pada pengujian ini
berfungsi untuk mengadsorpsi pengotor dalam larutan, dipilih karbon aktif
sebagai adsorben karena karbon aktif merupakan adsorben yang baik. Larutan asam
asetat pada masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 25 mL dan ditambahkan
dengan 0,5 gram karbon aktif, kemudian dikocok dalam keadaan tertutup agar
karbon aktif dengan larutan dapat bercampur secara sempurna sehingga proses
adsorpsi berlangsung secara optimal. Perlakuan pada suhu 40ā dilakukan dengan
memanaskan larutan asam asetat yang telah ditambahkan karbon aktif pada suhu
40ā. Setelah dipanaskan hingga mencapai suhu 40ā, larutan tersebut kemudian
didiamkan selama 20 menit agar dibiarkan terjadi kontak antara karbon aktif
dengan larutan asam asetat. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas
penyaring dan diambil masing-masing
sebanyak 10 mL untuk dititrasi dengan larutan NaOH yang terstandarisasi. Volume
NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi menurun seiring
menurunnya konsentrasi asam asetat seperti yang tertera pada tabel 4.1.4. Tabel
4.1.6 menunjukkan jumlah zat yang teradsorpsi, semakin tinggi konsentrasinya
maka semakin banyak pula zat yang teradsorpsi.
Pengaruh konsentrasi pada suhu 40ā dapat digambarkan
pada grafik berikut.
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Log X/m dengan Log C pada
suhu 40ā
Perbanding pengujian pertama dan pengujian kedua ini
berkaitan dengan pengaruh suhu pada adsorpsi. Volume NaOH yang digunakan pada
pengujian kedua lebih sedikit daripada pengujian kedua sehingga konsentrasi
masing-masing larutan asam asetat pun berkurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi suhu yang diberikan pada proses adsorpsi maka semakin aktif
adsorben mengadsorpsi adsorbat sehingga zat terlarut pada asam asetat semakin
banyak yang terserap akibatnya konsentrasi asam asetat berkurang. Pengaruh suhu
pada adsorpsi dapat digambarkan dalam grafik berikut
Gambar 4.4 Grafik Hubungan ln k dengan 1/T
Grafik pada Gambar 4.4 dengan persamaan y=-12350x+36,62 dapat menentukan
besarnya nilai entalpi adsorpsi. Berdasarkan persamaan (2.2), dari grafik 4.4
dapat diperoleh nilai perubahan entalpi adsorpsi (ĪH) yang sama
dengan slope/gradien grafik tersebut. Perubahan entalpi adsorpsi pada percobaan
ini diperoleh sebesar 102,6679
. Entalpi tersebut bernilai positif yang
menunjukkan bahwa proses tersebut terjadi secara endotemis, yang berarti untuk
menyerap 1 mol zat terlarut dalam adsorbat, adsorben memerlukan energi sebanyak
102,6679
kJ.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi adsorpsi yaitu konsentrasi dan suhu. Pengaruh konsentrasi dan
suhu berbanding lurus dengan adsorpsi. Entalpi adsorpsi dapat diketahui secara
kuantitatif melalui titrasi. Nilai entalpi adsorpsi dapat diketahui dengan
memplotkan nilai ln k dan 1/T sehingga ditemukan slope/gradien grafik yang sama
dengan nilai entalpi adsorpsi.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai percobaan ini yaitu sebaiknya
praktikan lebih berhati-hati dan teliti saat melakukan titrasi, terutama pada saat mencapai titik akhir titrasi. Hal
ini disebabkan karena pada titik akhir titrasi akan berpengaruh besar terhadap perubahan
konsentrasi walaupun hanya dengan kelebihan sedikit sejumlah titran. Saran lain
yang dapat disampaikan berdasarkan percobaan ini yaitu sebaiknya praktikan
mengolah data dengan seksama karena akan berpengaruh pada hasil nilai entalpi
yang diperoleh sehingga dapat diketahui kesesuaiannya dengan literatur yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Aprilia. 2012. Jurnal Sintesis Alkohol dari Limbah Nasi
Rumah Makan Melalui Proses Hidrolisi dan Fermentasi. Bandung: Universitas
Padjadjaran.
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Brady, James.E. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi
Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A. & A.L.
Underwood. 1998. Kimia Analisa
Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Keenan, C.W, D.C.
Kleinfelter dan J.H Wood.1999. Kimia
Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H., dkk.
2007. Kimia Dasar: Prinsip-Prinsip dan
Aplikasi Modern. Jakarta: Erlangga
Sukardjo. 1990. Kimia Fisik I. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2018. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik I.
Jember: Universitas Jember.
LAMPIRAN
Perhitungan
1.
Standarisasi
NaOH
Ā·
MNaOH
VNaOH
=
MNaOH
0,003 L= 0,1 M
0,01 L
MNaOH =
0,333 M
Ā·
MNaOH
VNaOH
=
MNaOH
0,0028 L= 0,1 M
0,01 L
MNaOH =
0,357 M
v
2.
Titrasi Asam
Asetat tanpa Tambahan Karbon Aktif (Konsentrasi Asam Asetat Awal)
Ć¼ 1,0 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,022 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,8 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0173 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,6 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0139 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,4 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0089 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,2 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0044 L =
0,01
L
M
3. Titrasi Asam Asetat dengan Tambahan Karbon Aktif
(Konsentrasi Asam Asetat pada Filtrat)
Suhu 30 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,021 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,8 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0165 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,6 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0138 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,4 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,008 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,2 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,004 L =
0,01
L
M
Suhu
40 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0172 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,8 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0159 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,6 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,0137 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,4 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,079 L =
0,01
L
M
Ć¼ 0,2 M
MNaOH
VNaOH
=
0,345 M
0,039 L =
0,01
L
M
4.
Massa Zat yang
Diadsorbsi
Suhu
30 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Massa =
Massa = (0,022 L ā
0,021 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,0138 g
Ć¼ 0,8 M
Massa =
Massa = (0,0173 L ā
0.0165 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,01104 g
Ć¼ 0,6 M
Massa =
Massa = (0,0139 L -
0,0138 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,00138 g
Ć¼ 0,4 M
Massa =
Massa = (0,0089 L -
0,008 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,01242 g
Ć¼ 0,2 M
Massa =
Massa = (0,0044 L -
0,004 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,00552 g
Suhu
40 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Massa =
Massa = (0,022 L -
0,0172 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,06624 g
Ć¼ 0,8 M
Massa =
Massa = (0,0173 L -
0,0159 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,01932 g
Ć¼ 0,6 M
Massa =
Massa = (0,0139 L ā
0,0137 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,00276 g
Ć¼ 0,4 M
Massa =
Massa = (0,0089 L -
0,0079 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,0138 g
Ć¼ 0,2 M
Massa =
Massa = (0,0044 L -
0,0039 L)
0,345 M
40 g/mol = 0,0069 g
5.
Log x/m
Suhu
30 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Ć¼ 0,8 M
Ć¼ 0,6 M
Ć¼ 0,4 M
Ć¼ 0,2 M
Suhu
40 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Ć¼ 0,8 M
Ć¼ 0,6 M
Ć¼ 0,4 M
Ć¼ 0,2 M
6.
Log C
Suhu
30 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Ć¼ 0,8 M
Ć¼ 0,6 M
Ć¼ 0,4 M
Ć¼ 0,2 M
Suhu
40 Ā°C
Ć¼ 1,0 M
Ć¼ 0,8 M
Ć¼ 0,6 M
Ć¼ 0,4 M
Ć¼ 0,2 M
Grafik
Ā·
Grafik hubungan log
dan log C pada suhu 30Ā°C
X
|
Log C
|
-0,14
|
-0,245
|
-0,322
|
-0,559
|
-0,86
|
Y
|
Log x/m
|
-1,56
|
-1,65
|
-2,56
|
-1,60
|
-1,95
|
y = mx + c
y = 0,167x - 1,792
log
= n log c + log k
n = m = 0,167
log k = c = - 1,792
k = 0,016
Ā·
Grafik hubungan log
dan log C pada suhu 40Ā°C
x
|
Log C
|
-0,227
|
-0,261
|
-0,325
|
-0,565
|
-0,873
|
y
|
Log x/m
|
-0,88
|
-1,41
|
-2,26
|
-1,55
|
-1,86
|
y = mx + c
y = 0,744x - 1,257
log
= n log c + log k
n = m = 0,744
log k = c = - 1,257
k = 0,055
Ā·
Grafik hubungan ln k dan 1/T
x
|
y
|
||
T
(K)
|
1/T
(K)
|
k
|
ln
k
|
303
|
0,0033
|
0,016
|
-4,135
|
313
|
0,0032
|
0,055
|
-2,900
|
Nilai ĪH
y = mx + c
y = -12350x + 36,62
ĪH = entalpi adsorpsi
= 102,6679
Semoga bermanfaat :)
ReplyDelete