Skip to main content

LAPORAN PRAKTIKUM ENTALPI ADSORPSI


LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA
ENTALPI ADSORPSI









Oleh :
Nama            : Erna Rosinawati N.
NIM              : 171810301043
Kelompok     : 2
Asisten          : Anis Sa’adah











LABORATORIUM KIMIA FISIK
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2018


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Adsorpsi atau penyerapan adalah peristiwa yang melibatkan interaksi fisik, kimia dan gaya elektrostatik antara bahan yang terserap (adsorbat) dengan bahan penyerap (adsorben) pada permukaan adsorben. Peristiwa adsorpsi terjadi ketika penambahan konsentrasi komponen tertentu pada permukaan antara dua fasa. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat oleh suatu bahan absorben pada permukaannya (Sukardjo, 1990).
Peristiwa adsorpsi merupakan fenomena yang banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya adalah penggunaan tawas (Al(OH)3) untuk menjernihkan air. Adsorpsi atau yang sering dikenal dengan penyerapan banyak dijumpai dalam berbagai hal, penggunaan norit untuk sakit perut juga merupakan peristiwa adsorpsi. Oleh karena banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, peristiwa adsorpsi perlu untuk dipelajari lebih lanjut.
Percobaan ini akan membahas mengenai peristiwa adsorpsi pada bahan karbon aktif dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya diantaranya faktor suhu dan konsentrasi. Larutan yang berperan sebagai adsorbatnya adalah asam asetat. Hasil yang akan diperoleh pada percobaan ini yaitu banyaknya asam asetat yang teradsorpsi oleh karbon aktif yang dapat diketahui melalui prinsip kerja titrasi.

1.2         Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini diantaranya sebagai berikut:
1.      Bagaimana pengaruh suhu dan konsentrasi pada peristiwa adsorpsi?
2.      Bagaimana cara menentukan entalpi adsorsi suatu adsorben?

1.3         Tujuan
Tujuan percobaan ini adalah mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu bahan absorben dan menentukan entalpi adsorpsinya.


BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1     Material Safety Data Sheet (MSDS)
2.1.1  Akuades (H2O)
Akuades merupakan hasil penyulingan air sehingga tidak terdapat kandungan mineral didalamnya. Akuades berupa zat yang berfase cair, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa. Akuades termasuk bahan yang stabil sehingga tidak memerlukan perlakuan khusus. Akuades tidak berbahaya jika terhirup maupun tertelan dan tidak menyebabkan korosi jika terjadi kontak dengan tubuh (Sciencelab, 2016).
2.1.2 Natrium Hidroksida (NaOH)
Rumus molekul natrium hidroksida adalah NaOH. NaOH berwujud padat, berwarna putih, berbau, memiliki titik didih dan titik leleh sebesar 13388℃ dan 327℃. NaOH mudah larut dalam air dingin, bersifat reaktif dengan alkali dan logam. NaOH berbahaya apabila terjadi kontak dengan mata, kulit, terhirup dan tertelan. Penanganan yang dapat dilakukab apabila tertelan adalah segera minta bantuan medis dan lakukan intruksi dari tenaga medis (Sciencelab, 2016).
2.1.3  Asam Oksalat (H2C2O4)
Asam Oksalat berwujud padatan kristal, berwarna putih dan memiliki berat molekul sebesar 90,04 g/mol. Bahan ini dapat larut dalam air dingin, dietil eter, alcohol, gliserol, benzene, dan air panas. Asam oksalat bersifat reaktif terhadap oksidator, logam dan alkali. Asam oksalat berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan ginjal, jantung, selaput lender, dan mata. Penanganan yang dapat dilakukan jika terkena mata yaitu dibilas dengan air mengalir minimal selama 15 menit (Sciencelab, 2016).
2.1.4  Indikator Phenolphtalein (C20H14O4)
Indikator phenolphthalein (Indikator PP) adalah salah satu indikator yang digunakan untuk mengindikas larutan asam atau basa. Indikator ini berwujud cair, tidak berwarna/ jernih, dan berbau. Indikator PP memiliki rentang pH mulai dari 8 (basa). Titik didih indikator PP adalah -83,21℃, sedangkan titik lelehnya sebesar -88,5℃. Indikator ini larut dalam air dingin, air panas, dietil eter, dan aseton. Bahan ini iritan terhadap mata dan kulit, serta dapat menyebabkan gangguan pernafasan dan pencernaan. Penanganan jika bahan terkena mata adalah segera bilas demgan air selama 15 menit. Kulit yang terkenan indikator PP segera dibilas dan disabun hingga bersih. Korban yang menghirup bahan ini segera dipindahkan ke tempat yang segar. Indikator PP jika tertelan tidak boleh dimuntahkan dan tidak boleh memasukkan apapun ke dalam mult. Segera hubungi ti medis untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Indikator PP disimpan alam wadah yang kering, tertutup rapat dan tidak terkena cahaya matahari langsung (Sciencelab, 2016).
2.1.5  Karbon Aktif (C)
Karbon aktif atau arang aktif adalah zat padat berbentuk bubuk, berwarna hitam, tidak berbau, larut dalam air, dan memiliki pH berkisar 5.0-10.0. Luas permukaan karbon yang sangat besar diperoleh denga mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Satu gram karbon aktig, menghasilkan suatu material yang memiliki permukaan sebesar 500 A. Biasanya pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaan saja, namun beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemamouan adsorpsi karbon aktif itu sendiri (Sciencelab, 2016).
2.1.6  Asam Asetat (CH3COOH)
Asam Asetat tergolong asam lemah yang berwujud cair, berbau, dan tidak berwarna. Berat molekul asam asetat adalah 60,06 g.mol, sedang titik didih dan titik leburnya adalah -118,1℃ dan 16,6℃. Asam asetat mudah larut dalam air panas maupun dingin, larutan seperti dietil eter, dan aseton. Asam asetat reaktif dengan logam, basa kuat, amina, dan asam perklorat. Berbahaya apabila terkena mata, kulit, tertelan dan terhirup dan seger basuh dengan air mengalir apabila terkena mata atu kulit kemudian tutupi anggota tubuh yang terkontaminasi dengan krim anti bakteri
(Sciencelab, 2016).

2.2     Tinjauan Pustaka
2.2.1  Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan adsorbat pada permukaan suatu adsorben. Ditinjau secara molekular peristiwa ini terjadi ketika suatu molekul dikelilingi molekul lain yang gaya tariknya tidak seimbang karena pada salah satu arah molekul tidak ada molekul lain yang menarik, sehingga gaya tarik pada permukaan itu kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi diantaranya:
1. macam adsorpsi
2. zat yang diadsorpsi
3. kosentrasi
4. luas permukaan
5. temperatur
6. tekanan
Luas permukaan dan konsentrasi berbanding lurus terhadap adsorpsi, artinya makin besar luas permukaan atau semakin tinggi konsentrasi maka makin banyak zat yang diadsorpsi. Peristiwa adsorpsi bersifat selektif, artinya hanya satu komponen dalam campuran yang dapat diadsorpsi oleh adsorben. Berikut persamaan yang menyatakan pengaruh konsentrasi larutan terhadap adsorpsi.
 = K.Cn                                                                                             (2.1)
Dimana:
X =berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorben
c = berat adsorben pada keadaan setimbang
n. & k = tetapan adsorpsi
Jika ditulis dalam logaritrna :
Log(X/m ) = n log C + log k                                                                  (2.2)
dengan membuat grafik log (X/m) lawan log C, n dan k dapat ditentukan (slope = n dan log k = intersep) (Tim Penyusun, 2018).
Adsorpsi adalah proses penggumpalan zat terlarut dalam larutan, oleh permukaan bahan penyerap yang melibatkan suatu ikatan kimia-fisika antara zat terlarut dengan penyerapnya. Zat yang terlibat dalam proses adsorpsi diantaranya disebut adsorbat yaitu zat yang terserap pada permukaan zat lain yang dan adsorben yaitu zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain (Brady, 1998). Menurut Sukardjo (1990), ditinjau dari jenis gaya tarik-menariknya, adsorpsi dibedakan menjadi dua, yaitu:   
1. Adsorpsi fisika (physical adsorption), yaitu adsorpsi pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya Van Der Waals. Panas dari adsorpsi fisika rendah (sekitar 10.000 kal/mol) dan pada permukaan adsorben terdapat lebih dari satu lapisan molekul.
2. Adsorpsi kimia (chemical adsorption), yaitu proses penyerapan yang disebabkan oleh reaksi kimia antara adsorbat dengan adsorben. Panas dari adsorpsi kimia tinggi (sekitar 20.000-100.000 kal/mol) dan hanya terdapat satu lapisan molekul pada permukaan adsorben.
Proses adsorpsi secara kimia terjadi karena partikel menempel pada permukaan dengan membentuk suatu ikatan kimia (umumnya ikatan kovalen) dan cenderung berusaha untuk memaksimalkan bilangan koordinasinya dengan substrat (Keenan, 1999).
Adsorben yang baik akan dapat diukur dengan mudah, misalnya penurunan tekanan ketika permukaan arang (arang khusus) menarik molekul-molekul gas dalam wadah yang berisi gas, hal ini serupa dengan adsorpsi yang terjadi pada asam asetat. Adsorpsi asam asetat dalam larutan berair ke dalam arang dapat dengan mudah diamati melalui prinsip titrasi antara larutan tersebut dengan larutan natrium hidroksida. Suatu molekul dalam lapisan permukaan zat padat tidak memiliki partikel tetangga disemua sisi tidak seperti pada bagian bawah permukaannya. Gaya yang terlibat dalam adsorpsi bergantung sifat dasar kimia pada permukaan dan struktur dari zat yang teradsorpsi. Kekuatan interaksi antara adsorbat dengan adsorbennya dipengaruhi oleh sifat adsorbat dan adsorbennya. Ciri adsorpsi yang lebih kuat adalah kepolaran adsorben dengan adsorbatnya. Adsorben yang bersifat polar akan lebih kuat menarik komponen yang bersifat polar disbanding yang kurang polar atau bahkan nonpolar (Day & Underwood, 1998).
Adsorben yang umum dan banyak digunakan dalam proses adsorpsi adalah arang atau karbon aktif. Penerapan pada industri, zat ini banyak dipakai untuk menghilangkan komponen dalam larutan. Penyerapan ini bersifat selektif, yaitu hanya menyerap zat terlarut atau pelarut yang sangat mirip dengan penyerapan oleh zat padat. Pelarut yang mengandung zat terlarut terjadi kontak dengan absorben, kemudian massa zat terlarut di dalam cairan berpindah ke permukaan absorben, sehingga konsentrasi larutan berubah terhadap waktu (Atkins, 1990).
2.2.2  Standarisasi
Standarisasi adalah suatu proses penentuan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Larutan standar dapat dibuat dengan menimbang secara teliti sejumlah contoh solut yang digunakan dan melarutkannya ke dalam volume larutan yang secara teliti diukur volumenya. Cara ini biasanya tidak dapat dilakukan, karena relatif sedikit pereaksi kimia yang dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk memenuhi permintaan analis akan ketelitiannya. Beberapa zat tadi yang memadai dalam hal ini   asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Aprilia, 2012).



BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1       Alat dan Bahan
3.1.1    Alat
-        Buret
-        Erlenmeyer
-        Pipet volume 10 mL
-        Pipet tetes
-        Gelas ukur
-        Corong gelas
-        Statif
-        Botol semprot
-        Kertas saring
-        Batang pengaduk
3.1.2    Bahan
-        Larutan NaOH 0,5M
-        Larutan asam oksalat
-        Larutan asam asetat
-        Karbon aktif
-        Indikator Phenolftalein

3.2       Diagram Kerja
3.2.1    Standarisasi NaOH
NaOH

- dimasukkan sebanyak 50 mL ke dalam buret
- disediakan asam oksalat yang telah dilarutkan sebanyak 10 mL dalam Erlenmeyer dan ditambahkan dua tetes indikator pp
- dilakukan titrasi
- diamati volume yang digunakan
- dilakukan dua kali titrasi (diplo)
 
 Hasil





3.2.2  Titrasi Asam Asetat
Asam Asetat
-    dibuat masing-masing sebanyak 50 mL dengan konsentrasi 1, 0,8, 0,6, 0,4,0,2, dan 0,1 N
-    diambil sebanyak 10 mL setiap sampelnya dan ditambahkan indikator pp
-    dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M yang telah distandarisasi dengan larutan asam oksalat
-    dicatat volume NaOH yang dibutuhkan saat titrasi masing-masing sampel
-    diambil setiap sampel sebanyak 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer
-  ditambahkan beberapa gram adsorben (karbon aktif) sesuai  instruksi asisten
-    dikocok dan ditutup dengan kertas saring lalu didiamkan selama 30 menit
-    diambil masing-masing filtrat sebanyak 10 mL dan ditambahkan indikator pp
-    dititrasi kembali dengan larutan NaOH 0,5 M sehingga diketahui konsentrasi sampel yang dititrasi
-    ditentukan jumlah sampel yang diadsorpsi

Hasil
 



















BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1       Hasil
4.1.1    Standarisasi Natrium Hidroksida
No.
M C2H2O4
V C2H2O4
M NaOH
V NaOH
M NaOH rata-rata
1
0,1 M
10 mL
0,333
3,0
0,345 M
2
0,1 M
10 mL
0,357
2,8

4.1.2    Konsentrasi Mula-mula Asam Asetat
No.
N CH3COOH
V CH3COOH
M NaOH
V NaOH
M CH3COOH
1
1 N
10 mL
0,345 M
22 mL
0,759 M
2
0,8 N
10 mL
0,345 M
17,3 mL
0,596 M
3
0,6 N
10 mL
0,345 M
13,9 mL
0,479 M
4
0,4 N
10 mL
0,345 M
8,9 mL
0,307 M
5
0,2 N
10 mL
0,345 M
4,4 mL
0,152 M

4.1.3    Konsentrasi Asam Asetat setelah di adsorpsi pada suhu 30℃
No.
N CH3COOH
V CH3COOH
M NaOH
V NaOH
M CH3COOH
1
1 N
10 mL
0,345 M
21 mL
0,724 M
2
0,8 N
10 mL
0,345 M
16,5 mL
0,569 M
3
0,6 N
10 mL
0,345 M
13,8 mL
0,476 M
4
0,4 N
10 mL
0,345 M
8 mL
0,276 M
5
0,2 N
10 mL
0,345 M
4 mL
0,138 M

4.1.4    Konsentrasi Asam Asetat setelah adsorpsi pada suhu 40℃
No.
N CH3COOH
V CH3COOH
M NaOH
V NaOH
M CH3COOH
1
1 N
10 mL
0,345 M
17,2 mL
0,593 M
2
0,8 N
10 mL
0,345 M
15,9 mL
0,548 M
3
0,6 N
10 mL
0,345 M
9,7 mL
0,473 M
4
0,4 N
10 mL
0,345 M
7,9 mL
0,272 M
5
0,2 N
10 mL
0,345 M
3,9 mL
0,134 M





4.1.5    Massa Zat yang di adsorpsi pada suhu 30℃

No.
N CH3COOH
V NaOH
M NaOH
Massa

1
1 N
21 mL
0,345 M
0,0138 g
2
0,8 N
16,5 mL
0,345 M
0,01104 g
3
0,6 N
13,8 mL
0,345 M
0,00138 g
4
0,4 N
8 mL
0,345 M
0,01242 g
5
0,2 N
4 mL
0,345 M
0,00552 g







4.1.6    Massa Zat yang di adsorpsi pada suhu 40℃
No.
N CH3COOH
V NaOH
M NaOH
Massa
1
1 N
17,2 mL
0,345 M
0,06624 g
2
0,8 N
15,9 mL
0,345 M
0,01932 g
3
0,6 N
9,7 mL
0,345 M
0,00276 g
4
0,4 N
7,9 mL
0,345 M
0,0138 g
5
0,2 N
3,9 mL
0,345 M
0,0069 g

4.1.7    Data Hasil Perhitungan pada suhu 30℃
No.
N CH3COOH
V NaOH
M NaOH
BM NaOH
Log (X/m)
Log C
1
1 N
21 mL
0,345 M
40 g/mol
-1,56
-0,14
2
0,8 N
16,5 mL
-1,65
-0,245
3
0,6 N
13,8 mL
-2,56
-0,322
4
0,4 N
8 mL
-1,60
-0,559
5
0,2 N
4 mL
-1,95
-0,860

4.1.8    Data Hasil Perhitungan pada suhu 40℃
No.
N CH3COOH
V NaOH
M NaOH
BM NaOH
Log (X/m)
Log C
1
1 N
17,2 mL
0,345 M
40 g/mol
-0,88
-0,227
2
0,8 N
15,9 mL
-1,41
-0,261
3
0,6 N
9,7 mL
-2.26
-0,325
4
0,4 N
7,9 mL
-1,55
-0,565
5
0,2 N
3,9 mL
-1,86
-0,873





4.1.9    Nilai Entalpi Adsorpsi
T(K)
1/T(K-1)
k
ln k
ΔH (adsorpsi)
303
0,0033
0,016
-4,135
102,6679
313
0,0032
0,055
-2,900







4.2     Pembahasan
Percobaan 2 yang dilakukan adalah percobaan mengenai entalpi adsorpsi. Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat yan teradsorpsi pada permukaan adsorben. Entalpi adsorpsi adalah kalor yang diperlukan dalam proses adsorpsi. Adsorben pada percobaan ini menggunakan karbon aktif dan adsorbatnya adalah asam asetat. Proses adsorpsi ini menggunakan empat variasi konsentrasi larutan asam asetat yang berbeda-beda yaitu 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N. variabel suhu pada percobaan ini juga divariasikan menjadi dua yaitu suhu 30℃ dan 40℃. Perbedaan perlakuan konsentrasi pada percobaan bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi. Perbedaan perlakuan variabel suhu juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu pada adsorpsi. Percobaan ini menggunakan prinsip kerja titrasi dimana volume NaOH yang digunakan untuk mentitrasi asam asetat sebelum di adsorpsi sesudah di adsorpsi oleh karbon aktif akan diketahui selisihnya. Selisih tersebut merupakan hasil dari pengaruh beberapa faktor dari variabel yang diberikan.
Larutan NaOH yang akan dijadikan titran terlebih dahulu di standarisasi dengan larutan primer asam oksalat 0,1 M dan menggunakan phenolphtalien sebagai indikator titrasi yang akan menunjukkan perubahan warna merah saat mencapai titik akhir titrasi. Standarisasi titran NaOH bertujuan untuk mengetahui secara pasti konsentrasi larutan NaOH yang akan digunakan. Standarisasi NaOH pada percobaan ini dilakukan sebanyak dua kali pengulangan (diplo) agar diperoleh data yang akurat dan presisi. Titik akhir titrasi pada NaOH (basa kuat) dengan asam oksalat (asam lemah) ditunjukkan oleh perubahan warna indikator dari yang awalnya tidak berwarna menjadi muncul warna pink pucat.
Gambar 4.1 Hasil Titrasi NaOH

Persamaan reaksi pada titrasi tersebut adalah sebagai berikut.
H2C2O4(aq)  + 2NaOH(aq)                     Na2C2O4(aq)  +  2H2O(l)                     (4.1)
Percobaan selanjutnya yaitu pembuatan larutan asam asetat dalam variasi lima konsentrasi yaitu 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N. Variasi konsentrasi diperoleh dengan mengencerkan asam asetat 1 N dengan akuades yang volumenya ditentukan melalui perhitungan stoikiometri. Larutan asam asetat yang telah diencerkan dan menjadi beberapa larutan dalam konsentrasi yang berbeda kemudian dititrasi dengan NaOH. Titrasi ini bertujuan untuk memperoleh data volume NaOH yang diperlukan untuk mentitrasi asam asetat yang belum di adsorpsi oleh karbon aktif. Hasil titrasi menunjukkan bahwa konsentrasi asam asetat semakin bertambah maka jumlah volume NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi semakin banyak. Hal ini sesuai sebagaimana menurut Petrucci (2007) dalam grafik titrasi asam poliprotik dengan NaOH menunjukkan bahwa volume NaOH untuk mencapai titik ekuivalen meningkat seiring meningkatnya konsentrasi asam poliprotik. Reaksi yang terjadi pada titrasi asam asetat dengan NaOH adalah sebagai berikut.
CH3COOH (aq)  +  NaOH (aq)             CH3COONa (aq)  +  H2O (l)              (4.2)
Pengujian pertama yaitu uji adsorpsi larutan asam asetat oleh karbon aktif pada masing-masing larutan dengan variasi konsentrasi 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N pada suhu 30℃. Larutan asam asetat pada masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 25 mL dan ditambahkan dengan 0,5 gram karbon aktif, kemudian dikocok dalam keadaan tertutup agar karbon aktif dengan larutan dapat bercampur secara sempurna sehingga proses adsorpsi berlangsung secara optimal. Perlakuan pada suhu 30℃ dilakukan dengan memanaskan larutan asam asetat yang telah ditambahkan karbon aktif pada suhu 30℃. Setelah dipanaskan hingga mencapai suhu 30℃, larutan tersebut kemudian didiamkan selama 20 menit agar dibiarkan terjadi kontak antara karbon aktif dengan larutan asam asetat. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas saring dan  diambil masing-masing sebanyak 10 mL untuk dititrasi dengan larutan NaOH yang terstandarisasi. Titik akhir titrasi dicapai dengan menggunakan volume NaOH yang lebih sedikit pada masing-masing konsentrasi dibandingkan titrasi sebelum penambahan karbon aktif dan konsentrasi berubah menurun dari sebelumnya seperti yang tertera pada tabel 4.1.3. Hal tersebut menunjukkan hasil  adsorpsi oleh karbon aktif bahwa sebagian zat terlarut dalam larutan asam asetat telah teradsorpsi sehingga konsentrasinya berkurang seperti yang ditunjukkan pada tabel 4.1.5 bahwa zat yang teradsorpsi semakin banyak ketika konsentrasinya semakin tinggi. Hal ini sesuai seperti menurut Day & Underwood (1998) bahwasannya pengaruh konsentrasi berbanding lurus dengan adsorpsi. Pengaruh konsentrasi pada suhu 30℃ dapat digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 4.2 Grafik Hubungan X/m dengan Log C pada suhu 30℃

Pengujian kedua yaitu uji adsorpsi larutan asam asetat oleh karbon aktif pada masing-masing larutan dengan variasi konsentrasi 1,0 N; 0,8 N; 0,6 N; 0,4 N; dan 0,2 N pada suhu 40℃. Karbon aktif pada pengujian ini berfungsi untuk mengadsorpsi pengotor dalam larutan, dipilih karbon aktif sebagai adsorben karena karbon aktif merupakan adsorben yang baik. Larutan asam asetat pada masing-masing konsentrasi diambil sebanyak 25 mL dan ditambahkan dengan 0,5 gram karbon aktif, kemudian dikocok dalam keadaan tertutup agar karbon aktif dengan larutan dapat bercampur secara sempurna sehingga proses adsorpsi berlangsung secara optimal. Perlakuan pada suhu 40℃ dilakukan dengan memanaskan larutan asam asetat yang telah ditambahkan karbon aktif pada suhu 40℃. Setelah dipanaskan hingga mencapai suhu 40℃, larutan tersebut kemudian didiamkan selama 20 menit agar dibiarkan terjadi kontak antara karbon aktif dengan larutan asam asetat. Larutan tersebut kemudian disaring dengan kertas penyaring dan  diambil masing-masing sebanyak 10 mL untuk dititrasi dengan larutan NaOH yang terstandarisasi. Volume NaOH yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi menurun seiring menurunnya konsentrasi asam asetat seperti yang tertera pada tabel 4.1.4. Tabel 4.1.6 menunjukkan jumlah zat yang teradsorpsi, semakin tinggi konsentrasinya maka semakin banyak pula zat yang teradsorpsi.


Pengaruh konsentrasi pada suhu 40℃ dapat digambarkan pada grafik berikut.
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Log X/m dengan Log C pada suhu 40℃

Perbanding pengujian pertama dan pengujian kedua ini berkaitan dengan pengaruh suhu pada adsorpsi. Volume NaOH yang digunakan pada pengujian kedua lebih sedikit daripada pengujian kedua sehingga konsentrasi masing-masing larutan asam asetat pun berkurang. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu yang diberikan pada proses adsorpsi maka semakin aktif adsorben mengadsorpsi adsorbat sehingga zat terlarut pada asam asetat semakin banyak yang terserap akibatnya konsentrasi asam asetat berkurang. Pengaruh suhu pada adsorpsi dapat digambarkan dalam grafik berikut
Gambar 4.4 Grafik Hubungan ln k dengan 1/T
Grafik pada Gambar 4.4 dengan persamaan y=-12350x+36,62 dapat menentukan besarnya nilai entalpi adsorpsi. Berdasarkan persamaan (2.2), dari grafik 4.4 dapat diperoleh nilai perubahan entalpi adsorpsi (ΔH) yang sama dengan slope/gradien grafik tersebut. Perubahan entalpi adsorpsi pada percobaan ini diperoleh sebesar 102,6679 . Entalpi tersebut bernilai positif yang menunjukkan bahwa proses tersebut terjadi secara endotemis, yang berarti untuk menyerap 1 mol zat terlarut dalam adsorbat, adsorben memerlukan energi sebanyak 102,6679 kJ.


BAB 5. PENUTUP
5.1     Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu konsentrasi dan suhu. Pengaruh konsentrasi dan suhu berbanding lurus dengan adsorpsi. Entalpi adsorpsi dapat diketahui secara kuantitatif melalui titrasi. Nilai entalpi adsorpsi dapat diketahui dengan memplotkan nilai ln k dan 1/T sehingga ditemukan slope/gradien grafik yang sama dengan nilai entalpi adsorpsi.

5.2     Saran
Saran yang dapat diberikan mengenai percobaan ini yaitu sebaiknya praktikan lebih berhati-hati dan teliti saat melakukan titrasi, terutama  pada saat mencapai titik akhir titrasi. Hal ini disebabkan karena pada titik akhir titrasi akan berpengaruh besar terhadap perubahan konsentrasi walaupun hanya dengan kelebihan sedikit sejumlah titran. Saran lain yang dapat disampaikan berdasarkan percobaan ini yaitu sebaiknya praktikan mengolah data dengan seksama karena akan berpengaruh pada hasil nilai entalpi yang diperoleh sehingga dapat diketahui kesesuaiannya dengan literatur yang ada.


DAFTAR PUSTAKA
Aprilia. 2012. Jurnal Sintesis Alkohol dari Limbah Nasi Rumah Makan Melalui Proses Hidrolisi dan Fermentasi. Bandung: Universitas Padjadjaran.
Atkins, P.W. 1990. Kimia Fisik Jilid 1 Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Brady, James.E. 1998. Kimia Universitas Asas dan Struktur Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Day, R.A. & A.L. Underwood. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Keenan, C.W, D.C. Kleinfelter dan J.H Wood.1999. Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Petrucci, Ralph H., dkk. 2007. Kimia Dasar: Prinsip-Prinsip dan Aplikasi Modern. Jakarta: Erlangga
Sukardjo. 1990. Kimia Fisik I. Jakarta: Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2018. Petunjuk Praktikum Kimia Fisik I. Jember: Universitas Jember.


LAMPIRAN
Perhitungan
1.      Standarisasi NaOH
·         MNaOH  VNaOH =    
MNaOH  0,003 L= 0,1 M  0,01 L
MNaOH = 0,333 M
·         MNaOH  VNaOH =    
MNaOH  0,0028 L= 0,1 M  0,01 L
MNaOH = 0,357 M
v 
2.      Titrasi Asam Asetat tanpa Tambahan Karbon Aktif (Konsentrasi Asam Asetat Awal)
ü  1,0 M
MNaOH  VNaOH =    
0,345 M 0,022 L =    0,01 L
M
ü  0,8 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0173 L =    0,01 L
      M
ü  0,6 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0139 L =    0,01 L
      M
ü  0,4 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0089 L =    0,01 L
      M
ü  0,2 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0044 L =    0,01 L
      M
3.      Titrasi Asam Asetat dengan Tambahan Karbon Aktif (Konsentrasi Asam Asetat pada Filtrat)
Suhu 30 °C
ü  1,0 M
MNaOH  VNaOH =    
0,345 M 0,021 L =    0,01 L
M
ü  0,8 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0165 L =    0,01 L
      M
ü  0,6 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0138 L =    0,01 L
      M
ü  0,4 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,008 L =    0,01 L
      M
ü  0,2 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,004 L =    0,01 L
      M
Suhu 40 °C
ü  1,0 M
MNaOH  VNaOH =    
0,345 M 0,0172 L =    0,01 L
M
ü  0,8 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0159 L =    0,01 L
      M
ü  0,6 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,0137 L =    0,01 L
      M
ü  0,4 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,079 L =    0,01 L
      M
ü  0,2 M
MNaOH  VNaOH =    
      0,345 M 0,039 L =    0,01 L
      M
4.      Massa Zat yang Diadsorbsi
Suhu 30 °C
ü  1,0 M
Massa =
Massa = (0,022 L – 0,021 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,0138 g
ü  0,8 M
Massa =
Massa = (0,0173 L – 0.0165 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,01104 g
ü  0,6 M
Massa =
Massa = (0,0139 L - 0,0138 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,00138 g
ü  0,4 M
Massa =
Massa = (0,0089 L - 0,008 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,01242 g
ü  0,2 M
Massa =
Massa = (0,0044 L - 0,004 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,00552 g
Suhu 40 °C
ü  1,0 M
Massa =
Massa = (0,022 L - 0,0172 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,06624 g
ü  0,8 M
Massa =
Massa = (0,0173 L - 0,0159 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,01932 g
ü  0,6 M
Massa =
Massa = (0,0139 L – 0,0137 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,00276 g
ü  0,4 M
Massa =
Massa = (0,0089 L - 0,0079 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,0138 g
ü  0,2 M
Massa =
Massa = (0,0044 L - 0,0039 L)  0,345 M  40 g/mol = 0,0069 g
5.      Log x/m
Suhu 30 °C
ü  1,0 M
ü  0,8 M
ü  0,6 M
ü  0,4 M
ü  0,2 M
Suhu 40 °C
ü  1,0 M
ü  0,8 M
ü  0,6 M
ü  0,4 M
ü  0,2 M
6.      Log C
Suhu 30 °C
ü  1,0 M
ü  0,8 M
ü  0,6 M
ü  0,4 M
ü  0,2 M
Suhu 40 °C
ü  1,0 M
ü  0,8 M
ü  0,6 M
ü  0,4 M
ü  0,2 M

Grafik
·         Grafik hubungan log  dan log C pada suhu 30°C
X
Log C
-0,14
-0,245
-0,322
-0,559
-0,86
Y
Log x/m
-1,56
-1,65
-2,56
-1,60
-1,95


y = mx + c
y = 0,167x - 1,792
log  = n log c + log k
n = m = 0,167
log k = c = - 1,792
k = 0,016

·         Grafik hubungan log  dan log C pada suhu 40°C
x
Log C
-0,227
-0,261
-0,325
-0,565
-0,873
y
Log x/m
-0,88
-1,41
-2,26
-1,55
-1,86


y = mx + c
y = 0,744x - 1,257
log  = n log c + log k
n = m = 0,744
log k = c = - 1,257
k = 0,055

·         Grafik hubungan ln k dan 1/T
x
y
T (K)
1/T (K)
k
ln k
303
0,0033
0,016
-4,135
313
0,0032
0,055
-2,900


Nilai ΔH
y = mx + c
y = -12350x + 36,62
ΔH = entalpi adsorpsi
= 102,6679

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK IDENTIFIKASI GUGUS FUNGSI Tujuan Percobaan : 1.       Mempelajari teknik pengukuran fisik untuk identifikasi senyawa organik 2.       Mempelajari Uji Kimia identifikasi gugus fungsional senyawa organik Pendahuluan Senyawa di alam begitu banyak dan melimpah, saat ini diperkirakan sudah mencapai jutaan dan akan terus bertambah dengan hadirnya senyawa-senyawa baru hasil sintesis para ahli kimia organik. Senyawa organik merupakan senyawa yang paling banyak dibandingkan dengan senyawa lain. Senyawa karbon atau yang biasa dikenal dengan senyawa organik adalah suatu senyawa yang unsur-unsur penyusunnya terdiri dari atom karbon dan atom-atom hidrogen, oksigen, nitrogen, sulfur, halogen, atau fosfor ( Riswiyanto,2009). Senyawa hidrokarbon merupakan senyawa organik yang mengandung karbon dan hidrogen yang dapat di bedakan atas hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Alkana di golongkan sebagai senyawa hidrokarbon

LAPORAN PRAKTIKUM KELARUTAN

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK   KELARUTAN Tujuan Percobaan : -           Mempelajari kelarutan suatu zat dan memprediksi kepolarannya. Pendahuluan Nilai suatu kelarutan didasarkan dengan sifat serta intensitas kekuatan yang ada pada suatu zat terlarut-pelarut serta resultan interaksi zat pelarut-pelarutnya. Kelarutan didefinisikan sebagai konsentrasi zat terlarut yang terdapat dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, definisi ini berdasarkan kelarutan dalam besaran kuantitatif. Kelarutan juga didefinisikan sebagai hasil dari adanya suatu interaksi spontan yang melibatkan dua atau lebih zat sehingga membentuk dispersi molekular homogen, definisi ini berdasarkan kelarutan dalam besaran kualitatif (Lachman, 1994). Larutan berdasarkan jumlah zat terlarut didalamnya dibedakan menjadi larutan jenuh, larutan lewat jenuh, larutan tidak jenuh dan hampir jenuh. Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam keadaan yang setimbang deng

LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA KONSENTRASI KRITIS MISEL

KONSENTRASI KRITIS MISEL LAPORAN PRAKTIKUM TERMODINAMIKA KIMIA Disusun Oleh : Nama                         : Erna Rosinawati N. NIM                           : 171810301043 Kelompok                  : 2 Asisten                       : Nurul Zahro’ul Vikriya LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2018 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1          Latar Belakang Misel adalah molekul-molekul sufaktan yang mulai berasosiasi karena adanya penambahan surfaktan berikutnya, sehingga pada suatu saat akan tercapai keadaan dimana permukaan antarmuka menjadi jenuh atau tertutupi oleh surfaktan dan adsorbs surfaktan ke permukaan-permukaan tidak terjadi lagi. Surfaktan berasar dari kata surface active agent , yang merupakan senyawa kimia yang dapat mengaktifkan permukaan suatu zat lain yang sebelumnya tidak dapat berinteraksi den